Budaya atau kebudayaan berasal dari
bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak
dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan
dengan budi, dan akal manusia.
Dalam bahasa Inggris, kebudayaan
disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere,
yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah
atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai
"kultur" dalam bahasa Indonesia.
Definisi
Budaya
Budaya adalah suatu cara hidup yang
berkembang, dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang, dan diwariskan
dari generasi ke generasi.[1] Budaya
terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat
istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.[1] Bahasa, sebagaimana
juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak
orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang
berusaha berkomunikasi dengan
orang-orang yang berbeda budaya, dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya,
membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.[1]
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat
kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku
komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar, dan meliputi banyak
kegiatan sosial manusia.[2]
Beberapa alasan mengapa orang mengalami kesulitan
ketika berkomunikasi dengan orang dari budaya lain terlihat dalam definisi
budaya: Budaya adalah suatu perangkat rumit nilai-nilai yang dipolarisasikan
oleh suatu citra yang mengandung pandangan atas keistimewaannya
sendiri."Citra yang memaksa" itu mengambil bentuk-bentuk berbeda
dalam berbagai budaya seperti "individualisme kasar" di Amerika,
"keselarasan individu dengan alam" di Jepang dan
"kepatuhan kolektif" di Cina.
Citra budaya yang bersifat memaksa tersebut membekali
anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam
anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan
pertalian dengan hidup mereka.
Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu
kerangka yang koheren untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang dan
memungkinkannya meramalkan perilaku orang lain.
Pengertian
Budaya
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat.
Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu
yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh
masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang
turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut
sebagai superorganic.
Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung
keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta
keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi
segala pernyataan intelektual, dan artistik yang menjadi ciri khas suatu
masyarakat.
Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan
keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan
lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Menurut Selo Soemardjan, dan Soelaiman Soemardi,
kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh
pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat
pengetahuan, dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran
manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda
yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku,
dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa,
peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang
kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan
bermasyarakat.
Unsur-Unsur
Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai
komponen atau unsur kebudayaan, antara lain sebagai berikut:
- Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu:
- alat-alat teknologi
- sistem ekonomi
- keluarga
- kekuasaan politik
- Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi:
- sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya
- organisasi ekonomi
- alat-alat, dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama)
- organisasi kekuatan (politik)
- C. Kluckhohn mengemukakan ada 7 unsur kebudayaan secara universal (universal categories of culture) yaitu:
- bahasa
- sistem pengetahuan
- sistem tekhnologi, dan peralatan
- sistem kesenian
- sistem mata pencarian hidup
- sistem religi
- sistem kekerabatan, dan organisasi kemasyarakatan
Wujud
dan komponen
Wujud
Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan
dibedakan menjadi tiga: gagasan, aktivitas, dan artefak.
- Gagasan (Wujud ideal)
Wujud
ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak
dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk
tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan, dan
buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.
- Aktivitas (tindakan)
Aktivitas
adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam
masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial.
Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata
kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan
dapat diamati, dan didokumentasikan.
- Artefak (karya)
Artefak
adalah wujud kebudayaan fisik
yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam
masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan
didokumentasikan. Sifatnya paling konkret di antara ketiga wujud kebudayaan.
Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu
tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud
kebudayaan ideal mengatur, dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan
karya (artefak) manusia.
Komponen
Berdasarkan wujudnya tersebut, Budaya memiliki
beberapa elemen atau komponen, menurut ahli antropologi Cateora, yaitu :
- Kebudayaan material
Kebudayaan
material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata, konkret. Termasuk
dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu
penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhisalan, senjata, dan seterusnya.
Kebudayaan material juga mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat
terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci.
- Kebudayaan nonmaterial
Kebudayaan
nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke
generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian
tradisional.
- Lembaga social
Lembaga
social, dan pendidikan memberikan peran yang banyak dalam kontek berhubungan,
dan berkomunikasi di alam masyarakat. Sistem social yang terbantuk dalam suatu
Negara akan menjadi dasar, dan konsep yang berlaku pada tatanan social
masyarakat. Contoh Di Indonesia pada kota, dan desa dibeberapa wilayah, wanita
tidak perlu sekolah yang tinggi apalagi bekerja pada satu instansi atau
perusahaan. Tetapi di kota – kota besar hal tersebut terbalik, wajar seorang
wanita memilik karier
- Sistem kepercayaan
Bagaimana
masyarakat mengembangkan, dan membangun system kepercayaan atau keyakinan
terhadap sesuatu, hal ini akan mempengaruhi system penilaian yang ada dalam
masyarakat. Sistem keyakinan ini akan mempengaruhi dalam kebiasaan, bagaimana
memandang hidup, dan kehidupan, cara mereka berkonsumsi, sampai dengan cara
bagaimana berkomunikasi.
- Estetika
Berhubungan
dengan seni, dan kesenian, music, cerita, dongeng, hikayat, drama, dan tari
–tarian, yang berlaku, dan berkembang dalam masyarakat. Seperti di Indonesia
setiap masyarakatnya memiliki nilai estetika sendiri. Nilai estetika ini perlu
dipahami dalam segala peran, agar pesan yang akan kita sampaikan dapat mencapai
tujuan, dan efektif. Misalkan di beberapa wilayah, dan bersifat kedaerah,
setiap akan membangu bagunan jenis apa saj harus meletakan janur kuning, dan
buah – buahan, sebagai symbol yang arti disetiap derah berbeda. Tetapi di kota
besar seperti Jakarta jarang mungkin tidak terlihat masyarakatnya menggunakan
cara tersebut.
- Bahasa
Bahasa
merupakan alat pengatar dalam berkomunikasi, bahasa untuk setiap walayah,
bagian, dan Negara memiliki perbedaan yang sangat komplek. Dalam ilmu
komunikasi bahasa merupakan komponen komunikasi yang sulit dipahami. Bahasa
memiliki sidat unik, dan komplek, yang hanya dapat dimengerti oleh pengguna
bahasa tersebu. Jadi keunikan, dan kekomplekan bahasa ini harus dipelajari, dan
dipahami agar komunikasi lebih baik, dan efektif dengan memperoleh nilai
empati, dan simpati dari orang lain.
Hubungan
Antara Unsur-Unsur Kebudayaan
Komponen-komponen atau unsur-unsur utama dari
kebudayaan antara lain:
Peralatan dan perlengkapan hidup
(teknologi)
Teknologi menyangkut
cara-cara atau teknik memproduksi, memakai, serta memelihara segala peralatan,
dan perlengkapan. Teknologi muncul dalam cara-cara manusia mengorganisasikan
masyarakat, dalam cara-cara mengekspresikan rasa keindahan, atau dalam
memproduksi hasil-hasil kesenian.
Masyarakat kecil yang berpindah-pindah atau masyarakat
pedesaan yang hidup dari pertanian paling
sedikit mengenal delapan macam teknologi tradisional (disebut juga sistem
peralatan, dan unsur kebudayaan fisik), yaitu:
- alat-alat produktif
- senjata
- wadah
- alat-alat menyalakan api
- makanan
- pakaian
- tempat berlindung, dan perumahan
- alat-alat transportasi
Sistem mata pencaharian
Perhatian para ilmuwan pada sistem mata pencaharian
ini terfokus pada masalah-masalah mata pencaharian tradisional saja, di
antaranya:
Sistem kekerabatan dan organisasi
sosial
Sistem kekerabatan merupakan bagian yang sangat
penting dalam struktur sosial. Meyer Fortes mengemukakan bahwa sistem
kekerabatan suatu masyarakat dapat
dipergunakan untuk menggambarkan struktur sosial dari masyarakat yang
bersangkutan.
Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang
terdiri dari beberapa keluarga yang memiliki hubungan darah atau hubungan
perkawinan. Anggota kekerabatan terdiri atas ayah, ibu, anak, menantu, cucu,
kakak, adik, paman, bibi, kakek, nenek, dan seterusnya.
Dalam kajian sosiologi-antropologi, ada
beberapa macam kelompok kekerabatan dari yang jumlahnya relatif kecil hingga
besar seperti keluarga ambilineal, klan, fatri, dan paroh masyarakat. Di masyarakat umum kita juga
mengenal kelompok kekerabatan lain seperti keluarga inti, keluarga luas, keluarga bilateral, dan keluarga unilateral.
Sementara itu, organisasi sosial adalah perkumpulan
sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang
tidak berbadan hukum, yang
berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa, dan negara. Sebagai makhluk yang selalu
hidup bersama-sama, manusia membentuk organisasi sosial untuk
mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat mereka capai sendiri.
Bahasa
Bahasa adalah alat
atau perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk saling berkomunikasi atau
berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa isyarat),
dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan bicaranya atau
orang lain. Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat
istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan
dirinya dengan segala bentuk masyarakat.
Bahasa memiliki beberapa fungsi yang dapat dibagi
menjadi fungsi umum, dan fungsi khusus. Fungsi bahasa secara umum adalah
sebagai alat untuk berekspresi, berkomunikasi, dan alat
untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial.
Sedangkan fungsi bahasa secara khusus adalah untuk mengadakan hubungan dalam
pergaulan sehari-hari, mewujudkan seni (sastra), mempelajari naskah-naskah
kuno, dan untuk mengeksploitasi ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kesenian
Kesenian mengacu pada nilai keindahan (estetika) yang
berasal dari ekspresi hasrat manusia akan
keindahan yang dinikmati dengan mata ataupun telinga. Sebagai
makhluk yang mempunyai cita rasa tinggi, manusia menghasilkan berbagai corak
kesenian mulai dari yang sederhana hingga perwujudan kesenian yang kompleks.
Sistem Kepercayaan
Ada kalanya pengetahuan, pemahaman,
dan daya tahan fisik manusia dalam
menguasai, dan mengungkap rahasia-rahasia alam sangat terbatas. Secara
bersamaan, muncul keyakinan akan adanya penguasa tertinggi dari sistem jagad raya ini, yang
juga mengendalikan manusia sebagai salah satu bagian jagad raya. Sehubungan
dengan itu, baik secara individual maupun hidup bermasyarakat, manusia tidak
dapat dilepaskan dari religi atau sistem
kepercayaan kepada penguasa alam semesta.
Agama, dan sistem kepercayaan lainnya seringkali
terintegrasi dengan kebudayaan. Agama (bahasa Inggris: Religion,
yang berasar dari bahasa Latin religare,
yang berarti "menambatkan"), adalah sebuah unsur kebudayaan yang
penting dalam sejarah umat manusia. Dictionary of Philosophy and Religion
(Kamus Filosofi, dan Agama) mendefinisikan Agama sebagai berikut:
sebuah institusi dengan keanggotaan yang diakui dan
biasa berkumpul bersama untuk beribadah, dan menerima sebuah paket doktrin yang
menawarkan hal yang terkait dengan sikap yang harus diambil oleh individu untuk
mendapatkan kebahagiaan sejati.[3]
Agama biasanya memiliki suatu prinsip, seperti
"10 Firman" dalam agama Kristen atau "5 rukun Islam" dalam
agama Islam. Kadang-kadang agama dilibatkan dalam sistem pemerintahan, seperti
misalnya dalam sistem teokrasi. Agama juga
memengaruhi kesenian.
Agama Samawi
Tiga agama besar, Yahudi, Kristen, dan Islam, sering
dikelompokkan sebagai agama Samawi[4] atau agama
Abrahamik.[5] Ketiga
agama tersebut memiliki sejumlah tradisi yang sama namun juga
perbedaan-perbedaan yang mendasar dalam inti ajarannya. Ketiganya telah
memberikan pengaruh yang besar dalam kebudayaan manusia di berbagai belahan
dunia.
Yahudi adalah
salah satu agama, yang jika tidak disebut sebagai yang pertama, adalah agama monotheistik dan salah
satu agama tertua yang masih ada sampai sekarang. Terdapat nilai-nilai, dan
sejarah umat Yahudi yang juga
direferensikan dalam agama Abrahamik lainnya, seperti Kristen dan Islam. Saat ini umat Yahudi berjumlah
lebih dari 13 juta jiwa.[6]
Kristen (Protestan dan Katolik) adalah
agama yang banyak mengubah wajah kebudayaan Eropa dalam 1.700 tahun terakhir.
Pemikiran para filsuf modern pun banyak terpengaruh oleh para filsuf Kristen semacam St. Thomas Aquinas dan Erasmus. Saat ini diperkirakan terdapat antara 1,5 s.d. 2,1
miliar pemeluk agama Kristen di seluruh dunia.[7]
Islam memiliki
nilai-nilai, dan norma agama yang banyak mempengaruhi kebudayaan Timur Tengah, Afrika Utara dan
sebagian wilayah Asia Tenggara. Saat ini terdapat lebih dari 1,6 miliar pemeluk
agama Islam di dunia.[8]
Agama dan filsafat dari Timur
Agama, dan filosofi seringkali saling terkait satu
sama lain pada kebudayaan Asia. Agama, dan filosofi di Asia kebanyakan berasal
dari India, dan China, dan menyebar di sepanjang benua Asia melalui difusi
kebudayaan, dan migrasi.
Hinduisme adalah
sumber dari Buddhisme, cabang Mahāyāna yang
menyebar di sepanjang utara, dan timur India sampai Tibet, China, Mongolia, Jepang, dan
Korea, dan China selatan sampai Vietnam. Theravāda Buddhisme
menyebar di sekitar Asia Tenggara, termasuk Sri Lanka, bagian barat laut China,
Kamboja, Laos, Myanmar, dan Thailand.
Agama Hindu dari India, mengajarkan pentingnya elemen
nonmateri sementara sebuah pemikiran India lainnya, Carvaka, menekankan untuk mencari
kenikmatan di dunia.
Konghucu, dan Taoisme, dua filosofi yang berasal dari Cina, memengaruhi baik religi, seni,
politik, maupun tradisi filosofi di seluruh Asia.
Pada abad ke-20, di kedua negara berpenduduk paling
padat se-Asia, dua aliran filosofi politik tercipta. Mahatma Gandhi memberikan
pengertian baru tentang Ahimsa, inti dari
kepercayaan Hindu maupun Jaina, dan
memberikan definisi baru tentang konsep antikekerasan, dan antiperang. Pada
periode yang sama, filosofi komunisme Mao Zedong menjadi
sistem kepercayaan sekuler yang sangat kuat di China.
Agama tradisional
Agama tradisional, atau kadang-kadang disebut sebagai
"agama nenek moyang", dianut oleh sebagian suku pedalaman di Asia, Afrika, dan Amerika. Pengaruh
bereka cukup besar; mungkin bisa dianggap telah menyerap kedalam kebudayaan
atau bahkan menjadi agama negara, seperti misalnya agama Shinto.
Seperti kebanyakan agama lainnya, agama tradisional
menjawab kebutuhan rohani manusia akan ketentraman hati di saat bermasalah,
tertimpa musibah, tertimpa musibah, dan menyediakan ritual yang ditujukan untuk
kebahagiaan manusia itu sendiri.
Sistem ilmu dan pengetahuan
Secara sederhana, pengetahuan adalah segala sesuatu
yang diketahui manusia tentang benda, sifat, keadaan, dan harapan-harapan. Pengetahuan dimiliki
oleh semua suku bangsa di dunia. Mereka memperoleh pengetahuan melalui
pengalaman, intuisi, wahyu, dan berpikir menurut logika, atau
percobaan-percobaan yang bersifat empiris (trial and error).
Sistem pengetahuan tersebut dikelompokkan menjadi:
- pengetahuan tentang alam
- pengetahuan tentang tumbuh-tumbuhan dan hewan di sekitarnya
- pengetahuan tentang tubuh manusia, pengetahuan tentang sifat, dan tingkah laku sesama manusia
- pengetahuan tentang ruang dan waktu
Perubahan
sosial budaya
Perubahan sosial budaya adalah sebuah gejala
berubahnya struktur sosial, dan pola budaya dalam suatu masyarakat.
Perubahan sosial budaya merupakan gejala umum yang
terjadi sepanjang masa dalam setiap masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai
dengan hakikat, dan sifat dasar manusia yang selalu ingin mengadakan perubahan.
Hirschman mengatakan bahwa kebosanan manusia sebenarnya merupakan
penyebab dari perubahan.
Ada tiga faktor yang dapat memengaruhi perubahan
sosial:
- tekanan kerja dalam masyarakat
- keefektifan komunikasi
- perubahan lingkungan alam.[11]
Perubahan budaya juga dapat timbul akibat timbulnya
perubahan lingkungan masyarakat, penemuan baru, dan kontak dengan kebudayaan
lain. Sebagai contoh, berakhirnya zaman es berujung
pada ditemukannya sistem pertanian, dan
kemudian memancing inovasi-inovasi baru lainnya dalam kebudayaan.
Penetrasi
kebudayaan
Yang dimaksud dengan penetrasi kebudayaan adalah
masuknya pengaruh suatu kebudayaan ke kebudayaan lainnya. Penetrasi kebudayaan
dapat terjadi dengan dua cara:
Penetrasi
damai (penetration pasifique)
Masuknya sebuah kebudayaan dengan jalan damai.
Misalnya, masuknya pengaruh kebudayaan Kpop, Hollywood Movies, Bollywood
Movies, dan lain-lain sebagainya ke Indonesia[butuh
rujukan]. Penerimaan kebudayaan tersebut tidak
mengakibatkan konflik, tetapi memperkaya khasanah budaya masyarakat setempat.
Pengaruh kedua kebudayaan ini pun tidak mengakibatkan hilangnya unsur-unsur
asli budaya masyarakat.
Penyebaran kebudayaan secara damai akan menghasilkan Akulturasi, Asimilasi, atau Sintesis.
Penyebaran kebudayaan secara damai akan menghasilkan Akulturasi, Asimilasi, atau Sintesis.
Akulturasi adalah
bersatunya dua kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan baru tanpa
menghilangkan unsur kebudayaan asli. Contohnya, bentuk bangunan Candi Borobudur
yang merupakan perpaduan antara kebudayaan asli Indonesia, dan kebudayaan
India. Asimilasi adalah bercampurnya dua kebudayaan sehingga membentuk
kebudayaan baru. Sedangkan Sintesis adalah
bercampurnya dua kebudayaan yang berakibat pada terbentuknya sebuah kebudayaan
baru yang sangat berbeda dengan kebudayaan asli.
Penetrasi
kekerasan (penetration violante)
Masuknya sebuah kebudayaan dengan cara
memaksa, dan merusak. Contohnya, masuknya kebudayaan Barat ke
Indonesia pada zaman penjajahan disertai dengan kekerasan sehingga menimbulkan
goncangan-goncangan yang merusak keseimbangan dalam masyarakat.
Wujud budaya dunia barat antara lain adalah budaya
dari Belanda yang menjajah selama 350 tahun lamanya. Budaya warisan Belanda
masih melekat di Indonesia antara lain pada sistem pemerintahan Indonesia.
Cara
pandang terhadap kebudayaan
Kebudayaan sebagai peradaban
Saat ini, kebanyakan orang memahami gagasan
"budaya" yang dikembangkan di Eropa pada abad ke-18, dan awal abad
ke-19. Gagasan tentang "budaya" ini merefleksikan adanya
ketidakseimbangan antara kekuatan Eropa, dan kekuatan daerah-daerah yang
dijajahnya.
Mereka menganggap 'kebudayaan' sebagai
"peradaban" sebagai lawan kata dari "alam". Menurut cara pikir ini,
kebudayaan satu dengan kebudayaan lain dapat diperbandingkan; salah satu
kebudayaan pasti lebih tinggi dari kebudayaan lainnya.
Pada prakteknya, kata kebudayaan merujuk pada
benda-benda, dan aktivitas yang "elit" seperti
misalnya memakai baju yang
berkelas, fine art, atau
mendengarkan musik klasik, sementara
kata berkebudayaan digunakan untuk menggambarkan orang yang mengetahui,
dan mengambil bagian, dari aktivitas-aktivitas di atas.
Sebagai contoh, jika seseorang berpendendapat bahwa
musik klasik adalah musik yang "berkelas", elit, dan bercita rasa
seni, sementara musik tradisional dianggap sebagai musik yang kampungan, dan
ketinggalan zaman, maka timbul anggapan bahwa ia adalah orang yang sudah
"berkebudayaan".
Orang yang menggunakan kata "kebudayaan"
dengan cara ini tidak percaya ada kebudayaan lain yang eksis; mereka percaya
bahwa kebudayaan hanya ada satu, dan menjadi tolak ukur norma, dan nilai di
seluruh dunia. Menurut cara pandang ini, seseorang yang memiliki kebiasaan yang
berbeda dengan mereka yang "berkebudayaan" disebut sebagai orang yang
"tidak berkebudayaan"; bukan sebagai orang "dari kebudayaan yang
lain." Orang yang "tidak berkebudayaan" dikatakan lebih
"alam," dan para pengamat seringkali mempertahankan elemen dari kebudayaan tingkat tinggi (high
culture) untuk menekan pemikiran "manusia alami" (human nature)
Sejak abad ke-18, beberapa kritik sosial telah
menerima adanya perbedaan antara berkebudayaan, dan tidak berkebudayaan, tetapi
perbandingan itu -berkebudayaan, dan tidak berkebudayaan- dapat menekan
interpretasi perbaikan, dan interpretasi pengalaman sebagai perkembangan yang
merusak, dan "tidak alami" yang mengaburkan, dan menyimpangkan sifat
dasar manusia.
Dalam hal ini, musik tradisional (yang
diciptakan oleh masyarakat kelas pekerja) dianggap mengekspresikan "jalan
hidup yang alami" (natural way of life), dan musik klasik sebagai
suatu kemunduran, dan kemerosotan.
Saat ini kebanyak ilmuwan sosial menolak untuk
memperbandingkan antara kebudayaan dengan alam, dan konsep monadik yang pernah berlaku. Mereka
menganggap bahwa kebudayaan yang sebelumnya dianggap "tidak elit" dan
"kebudayaan elit" adalah sama - masing-masing masyarakat memiliki
kebudayaan yang tidak dapat diperbandingkan.
Pengamat sosial membedakan beberapa kebudayaan sebagai
kultur populer (popular culture) atau pop
kultur, yang berarti barang atau aktivitas yang diproduksi, dan dikonsumsi
oleh banyak orang.
Kebudayaan sebagai "sudut
pandang umum"
Selama Era Romantis, para
cendekiawan di Jerman, khususnya
mereka yang peduli terhadap gerakan nasionalisme - seperti
misalnya perjuangan nasionalis untuk menyatukan Jerman, dan
perjuangan nasionalis dari etnis minoritas melawan Kekaisaran Austria-Hongaria -
mengembangkan sebuah gagasan kebudayaan dalam "sudut pandang umum".
Pemikiran ini menganggap suatu budaya dengan budaya
lainnya memiliki perbedaan, dan kekhasan masing-masing. Karenanya, budaya tidak
dapat diperbandingkan. Meskipun begitu, gagasan ini masih mengakui adanya
pemisahan antara "berkebudayaan" dengan "tidak berkebudayaan"
atau kebudayaan "primitif."
Pada akhir abad ke-19, para ahli antropologi telah
memakai kata kebudayaan dengan definisi yang lebih luas. Bertolak dari
teori evolusi, mereka
mengasumsikan bahwa setiap manusia tumbuh, dan berevolusi bersama, dan dari
evolusi itulah tercipta kebudayaan.
Pada tahun 50-an, subkebudayaan - kelompok
dengan perilaku yang sedikit berbeda dari kebudayaan induknya - mulai dijadikan
subyek penelitian oleh para ahli sosiologi. Pada abad
ini pula, terjadi popularisasi ide kebudayaan perusahaan -
perbedaan, dan bakat dalam konteks pekerja organisasi atau tempat
bekerja.
Kebudayaan sebagai mekanisme
stabilisasi
Teori-teori yang ada saat ini menganggap bahwa (suatu)
kebudayaan adalah sebuah produk dari stabilisasi yang melekat dalam
tekanan evolusi menuju kebersamaan, dan kesadaran bersama dalam suatu
masyarakat, atau biasa disebut dengan tribalisme.
Kebudayaan
di antara masyarakat
Sebuah kebudayaan besar biasanya memiliki sub-kebudayaan (atau biasa
disebut sub-kultur), yaitu sebuah kebudayaan yang memiliki sedikit
perbedaan dalam hal perilaku, dan kepercayaan dari kebudayaan induknya.
Munculnya sub-kultur disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya karena
perbedaan umur, ras, etnisitas, kelas, aesthetik, agama, pekerjaan, pandangan politik dan gender,
Ada beberapa cara yang dilakukan masyarakat ketika
berhadapan dengan imigran, dan kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan asli.
Cara yang dipilih masyarakat tergantung pada seberapa besar perbedaan
kebudayaan induk dengan kebudayaan minoritas, seberapa banyak imigran yang
datang, watak dari penduduk asli, keefektifan, dan keintensifan komunikasi antar
budaya, dan tipe pemerintahan yang berkuasa.
- Monokulturalisme: Pemerintah mengusahakan terjadinya asimilasi kebudayaan sehingga masyarakat yang berbeda kebudayaan menjadi satu, dan saling bekerja sama.
- Leitkultur (kebudayaan inti): Sebuah model yang dikembangkan oleh Bassam Tibi di Jerman. Dalam Leitkultur, kelompok minoritas dapat menjaga, dan mengembangkan kebudayaannya sendiri, tanpa bertentangan dengan kebudayaan induk yang ada dalam masyarakat asli.
- Melting Pot: Kebudayaan imigran/asing berbaur, dan bergabung dengan kebudayaan asli tanpa campur tangan pemerintah.
- Multikulturalisme: Sebuah kebijakan yang mengharuskan imigran, dan kelompok minoritas untuk menjaga kebudayaan mereka masing-masing, dan berinteraksi secara damai dengan kebudayaan induk.
Kebudayaan
menurut wilayah
Seiring dengan kemajuan teknologi, dan informasi,
hubungan, dan saling keterkaitan kebudayaan-kebudayaan di dunia saat ini sangat
tinggi. Selain kemajuan teknologi, dan informasi, hal tersebut juga dipengaruhi
oleh faktor ekonomi, migrasi, dan agama.
Referensi
2. ^
Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat. Komunikasi Antarbudaya:Panduan
Berkomunikasi dengan Orang-Orang Berbeda Budaya. 2006. Bandung:Remaja
Rosdakarya.hal.25
4. ^
Dari bahasa Arab, artinya: "agama langit";
karena dianggap diturunkan dari langit berupa wahyu.
5. ^
Karena dianggap muncul dari suatu tradisi bersama Semit kuno dan ditelusuri oleh para pemeluknya
kepada tokoh Abraham/Ibrahim, yang juga disebutkan dalam kitab-kitab suci ketiga agama tersebut.
6. ^ Annual Assessment (PDF), Jewish People Policy Planning Institute (Jewish Agency for Israel), 2007, p. 15 ,
based on American Jewish Year Book 106. American Jewish Committee. 2006.
8. ^
Miller, Tracy, ed. (2009), Mapping the Global Muslim Population: A Report on the Size
and Distribution of the World’s Muslim Population (PDF), Pew Research
Center,
hlm.4"
Daftar
pustaka
- Arnold, Matthew. 1869. Culture and Anarchy. New York: Macmillan. Third edition, 1882, available online. Retrieved: 2006-06-28.
- Barzilai, Gad. 2003. Communities and Law: Politics and Cultures of Legal Identities. University of Michigan Press.
- Boritt, Gabor S. 1994. Lincoln and the Economics of the American Dream. University of Illinois Press. ISBN 978-0-252-06445-6.
- Bourdieu, Pierre. 1977. Outline of a Theory of Practice. Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-29164-4
- Cohen, Anthony P. 1985. The Symbolic Construction of Community. Routledge: New York,
- Dawkins, R. 1982. The Extended Phenotype: The Long Reach of the Gene. Paperback ed., 1999. Oxford Paperbacks. ISBN 978-0-19-288051-2
- Forsberg, A. Definitions of culture CCSF Cultural Geography course notes. Retrieved: 2006-06-29.
- Geertz, Clifford. 1973. The Interpretation of Cultures: Selected Essays. New York. ISBN 978-0-465-09719-7.
"Ritual and Social Change: A Javanese
Example", American Anthropologist, Vol. 59, No. 1. — 1957.
- Goodall, J. 1986. The Chimpanzees of Gombe: Patterns of Behavior. Cambridge, MA: Belknap Press of Harvard University Press. ISBN 978-0-674-11649-8
- Hoult, T. F., ed. 1969. Dictionary of Modern Sociology. Totowa, New Jersey, United States: Littlefield, Adams & Co.
- Jary, D. and J. Jary. 1991. The HarperCollins Dictionary of Sociology. New York: HarperCollins. ISBN 0-06-271543-7
- Keiser, R. Lincoln 1969. The Vice Lords: Warriors of the Streets. Holt, Rinehart, and Winston. ISBN 978-0-03-080361-1.
- Kroeber, A. L. and C. Kluckhohn, 1952. Culture: A Critical Review of Concepts and Definitions. Cambridge, MA: Peabody Museum
- Kim, Uichol (2001). "Culture, science and indigenous psychologies: An integrated analysis." In D. Matsumoto (Ed.), Handbook of culture and psychology. Oxford: Oxford University Press
- Middleton, R. 1990. Studying Popular Music. Philadelphia: Open University Press. ISBN 978-0-335-15275-9.
- Rhoads, Kelton. 2006. The Culture Variable in the Influence Equation.
- Tylor, E.B. 1974. Primitive culture: researches into the development of mythology, philosophy, religion, art, and custom. New York: Gordon Press. First published in 1871. ISBN 978-0-87968-091-6
- O'Neil, D. 2006. Cultural Anthropology Tutorials, Behavioral Sciences Department, Palomar College, San Marco, California. Retrieved: 2006-07-10.
- Reagan, Ronald. "Final Radio Address to the Nation", January 14, 1989. Retrieved June 3, 2006.
- Reese, W.L. 1980. Dictionary of Philosophy and Religion: Eastern and Western Thought. New Jersey U.S., Sussex, U.K: Humanities Press.
- UNESCO. 2002. Universal Declaration on Cultural Diversity, issued on International Mother Language Day, February 21, 2002. Retrieved: 2006-06-23.
- White, L. 1949. The Science of Culture: A study of man and civilization. New York: Farrar, Straus and Giroux.
- Wilson, Edward O. (1998). Consilience: The Unity of Knowledge. Vintage: New York. ISBN 978-0-679-76867-8.
- Wolfram, Stephen. 2002 A New Kind of Science. Wolfram Media, Inc. ISBN 978-1-57955-008-0
Nama : Nita Priyani
Kelas : 3EA03
Npm : 16213475
Tulisan : Bahasa Indonesia 2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar