Minggu, 23 Oktober 2016

Definisi Etika Bisnis

Secara sederhana yang dimaksud dengan etika bisnis adalah cara-cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan  individu,  perusahaan, industri dan juga masyarakat.
Kesemuanya ini mencakup bagaimana kita menjalankan bisnis secara adil, sesuai dengan hukum yang berlaku, dan tidak tergantung pada kedudukan individu ataupun perusahaan di masyarakat.
Etika bisnis lebih luas dari ketentuan yang diatur oleh hukum, bahkan merupakan standar yang lebih tinggi dibandingkan standar minimal ketentuan hukum, karena dalam kegiatan  bisnis seringkali kita temukan wilayah abu-abu yang tidak diatur oleh ketentuan hukum.
Von der Embse dan R.A. Wagley dalam artikelnya di Advance Managemen Jouurnal (1988), memberikan tiga pendekatan dasar dalam merumuskan tingkah laku etika bisnis, yaitu :
  • Utilitarian Approach : setiap tindakan harus didasarkan pada konsekuensinya. Oleh karena itu, dalam bertindak seseorang seharusnya mengikuti cara-cara yang dapat memberi manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat, dengan cara yang tidak membahayakan dan dengan biaya serendah-rendahnya.
  • Individual Rights Approach : setiap orang dalam tindakan dan kelakuannya memiliki hak dasar yang harus dihormati. Namun tindakan ataupun tingkah laku tersebut harus dihindari apabila diperkirakan akan menyebabkan terjadi benturan dengan hak orang lain.
  • Justice Approach : para pembuat keputusan mempunyai kedudukan yang sama, dan bertindak adil dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan baik secara perseorangan ataupun secara kelompok.
Etika bisnis dalam perusahaan memiliki peran yang sangat penting, yaitu untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi, diperlukan suatu landasan yang kokoh.
Biasanya dimulai dari perencanaan strategis , organisasi yang baik, sistem prosedur yang transparan didukung oleh budaya perusahaan yang andal serta etika perusahaan yang dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen.
Haruslah diyakini bahwa pada dasarnya praktek etika bisnis akan selalu menguntungkan perusahaan baik untuk jangka menengah maupun jangka panjang, karena :
  • Mampu mengurangi biaya akibat dicegahnya kemungkinan terjadinya friksi, baik intern perusahaan maupun dengan eksternal.
  • Mampu meningkatkan motivasi pekerja.
  • Melindungi prinsip kebebasan berniaga
  • Mampu meningkatkan keunggulan bersaing.
Tidak bisa dipungkiri, tindakan yang tidak etis yang dilakukan oleh perusahaan akan memancing tindakan balasan dari konsumen dan masyarakat dan akan sangat kontra produktif, misalnya melalui gerakan pemboikotan, larangan beredar, larangan beroperasi dan lain sebagainya. Hal ini akan dapat menurunkan nilai penjualan maupun nilai perusahaan.
Sedangkan perusahaan yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika bisnis, pada umumnya  termasuk perusahaan yang memiliki peringkat kepuasan bekerja yang tinggi pula, terutama apabila perusahaan tidak mentolerir tindakan yang tidak etis, misalnya diskriminasi dalam sistem remunerasi atau jenjang karier.
Perlu dipahami, karyawan yang berkualitas adalah aset yang paling berharga bagi perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan harus semaksimal mungkin harus mempertahankan karyawannya.
Untuk memudahkan penerapan etika perusahaan dalam kegiatan sehari-hari maka nilai-nilai yang terkandung dalam etika bisnis harus dituangkan kedalam manajemen korporasi yakni  dengan cara :
  • Menuangkan etika bisnis dalam suatu kode etik (code of conduct)
  • Memperkuat sistem pengawasan
  • Menyelenggarakan pelatihan (training) untuk karyawan secara terus menerus.

·        Contoh kasus etika bisnis:
1. Sebuah perusahaan pengembang di Lampung membuat kesepakatan dengan sebuah perusahaan perusahaan kontraktor untuk membangun sebuah pabrik. Sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati pihak pengembang memberikan spesifikasi bangunan kepada pihak perusahaan kontraktor tersebut. Dalam pelaksanaannya, perusahaan kontraktor menyesuaikan spesifikasi bangunan pabrik yang telah dijanjikan. Sehingga bangunan pabrik tersebut tahan lama dan tidak mengalami kerusakan. Dalam kasus ini pihak perusahaan kontraktor telah mematuhi prinsip kejujuran karena telah memenuhi spesifikasi bangunan yang telah mereka musyawarahkan bersama pihak pengembang.
2. Sebuah Yayasan Maju Selalu menyelenggarakan pendidikan setingkat SMA. Pada tahun ajaran baru sekolah mengenakan biaya sebesar Rp.500.000,- kepada setiap siswa baru. Pungutan sekolah ini diinformasikan kepada mereka saat akan mendaftar,sehingga setelah diterima,mereka harus membayarnya. Kemudian pihak sekolah memberikan informasi ini kepada wali murid bahwa pungutan tersebut digunakan untuk biaya pembuatan seragam sekolah yang akan dipakai oleh semua murid pada setiap hari rabu-kamis. Dalam kasus ini Yayasan dan sekolah dapat dikategorikan mengikuti transparasi.
3. Pada tahun 1990 an, kasus yang masih mudah diingat yaitu Enron. Bahwa Enron adalah perusahaan yang sangat bagus dan pada saat itu perusahaan dapat menikmati booming industri energi dan saat itulah Enron sukses memasok enegrgi ke pangsa pasar yang bergitu besar dan memiliki jaringan yang luar biasa luas. Enron bahkan berhasil menyinergikan jalur transmisi energinya untuk jalur teknologi informasi. Dan data yang ada dari skilus bisnisnya, Enron memiliki profitabilitas yang cukup menggiurkan. Seiring dengan booming industri energi, akhirnya memosisikan dirinya sebagai energy merchants dan bahkan Enron disebut sebagai ”spark spead” Cerita pada awalnya adalah anggota pasar yang baik, mengikuti peraturan yang ada dipasar dengan sebagaimana mestinya. Pada akhirnya Enron meninggalkan prestasi dan reputasinya baik tersebut, karena melakukan penipuan dan penyesatan.. Sebagai perusahaan Amerika terbesar ke delapan, Enron kemudian kolaps pada tahun 2001. 
Berdasarkan referensi-referensi dan contoh diatas. saya sependapat etika bisnis adalah studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah yang harus dipelajari oleh semua perilaku bisnis. karena menurut saya dalam berbisnis sangat penting untuk beretika dan melakukan persaingan yang sehat antar pelaku bisnis. kita dapat melihat di contoh diatas pelaku bisnis yang menggunakan etika dalam berbisnis akan mengikuti transparansi, kejujuran, dan nilai-nilai moral yang baik. sedangkan pada contoh ketiga ialah contoh kasus yang melakukan penipuan dan penyesatan. sangat tidak bagus dan merusak nama dan citra perusahaan.

·         KODE ETIK PROFESI
       Kode etik merupakan prinsip-prinsip yang merupakan kesatuan moral yang melekat pada suatu profesi sesuai kesepakatan organisasi profesi yang disusun sesara sistematis.
Kode etik dapat dikatakan merupakan sekumpulan etika yang telah tersusun dalam bentuk peraturan berdasarkan prinsip moral pada umumnya yang disesuaikan dan diterima sesuai jiwa profesi guna mendukung ketentuan hukum yang berlaku demi kepentingan profesi, pengguna jasa profesi, masyarakat/publik, bangsa dan negara.
Pengaturan etika disusun dalam bentuk kode etik dipandang penting mengingat jumlah penyandang profesi makin banyak sehingga membutuhkan ketentuan baku yang mampu mengendalikan serta mengawasi kinerja profesi. Selain makin banyaknya penyandang profesi, juga menghindari kesalahan profesi tanpa ada pertangungjawaban dengan mengotak-atik kelemahan etika guna mengamankan penyandang profesi itu sendiri. Faktor lain yang mendukung dibentuknya kode etik secara baku karena tuntutan masyarakat yang makin kompleks dan kritis sehingga ada kepastian hukum tentang benar atau tidaknya penyandang profesi dalam menjalankan tugasnya.
      Penegakan terhadap pelaksanaan kode etik secara konsekuen dilakukan oleh organisasi profesi sebagai pencetus lahirnya kode etik. Keberadaan organisasi profesi dipandang penting untuk menjatuhkan sanksi bagi pelanggar kode etik. Sanksi-sanksi diharapkan lebih efektif karena telah dibahas diantara penyandang profesi, sehingga terdapat beban moral bagi pelanggar yang secara psikis merasa dikucilkan dalam pergaulan profesi bahkan akan menjadi lebih berarti manakala organisasi profesi telah diberikan kewenangan oleh Undang-undang untuk memberikan Ijin praktek. Kewenangan tersebut dapat mengakibatkan  pencabutan ijin praktek. Selain organisasi sebagai penegakan etika, juga merupakan wadah bagi pengembangan profesi, sebagai tempat tukar menukar informasi, membahas dan menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan profesi, membela hak-hak anggotanya.
Menurut E.Holloway dikutip dari Shidarta, kode etik itu memberi petunjuk untuk hal-hal sebagai berikut:
1.hubungan antara klien dan penyandang profesi;
2.pengukuran dan standar evaluasi yang dipakai dalam profesi;
3.penelitian dan publikasi/penerbitan profesi;
4.konsultasi dan praktik pribadi;
5.tingkat kemampuan kompetensi yang umum;
6.administrasi personalia;
7.standar-standar untuk pelatihan.
      Ditambahkan oleh Holloway, bahwa kode etik (standar etika) tersebut mengandung beberapa tujuan sekaligus, yaitu untuk:
1.menjelaskan dana menetapkan tanggung jawab kepada klien, lembaga (institution), dan masyarakat pada umumnya;
2.membantu penyandang profesi dalam menentukan apa yang harus mereka perbuat kalau mereka menghadapi dilema-dilema etis dalam pekerjaannya;
3.membiarkan profesi menjaga reputasi (nama baik) dan fungsi profesi dalam masyarakat melawan kelakuan buruk  dari anggota-anggota tertentu dari profesi itu;
4.mencerminkan pengharapan moral dari komunitas masyarakat (atas pelayanan penyandang profesi itu kepada masyarakat);
5.merupakan dasar untuk menjaga kelakuan dan integritas atas kejujuran dari penyandang profesi itu sendiri.
Kode etik oleh Edgar Bodenheimer dapat dikelompokkan kedalam jenis aturan yang disebut autonomic legislation. Biasanya kode etik tidak pernah dianggap sebagai bagian dari hukum positif suatu negara, Namun disadari atau tidak, kode etik dapat saja secara diam-diam diadopsi menjadi salah satu jenis sumber formal hukum.
        Perkembangan hukum di Indonesia terdapat beberapa Undang-undang yang mencantumkan kode etik harus ditaati sehingga kode etik merupakan bagian dari hukum positif yang akan menimbulkan sanksi hukum bagi pelanggar disisi lain penegakan kode etik juga merupakan tujuan dari hukum positif. Adapun Undang-undang tersebut antara lain:
1) Pasal 17 ayat 1 huruf f Undang-Undang Nomor: 8 Tahun 1999, tentang perlindungan konsumen, melarang pelaku usaha periklanan memproduksi iklan yang melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundangan yang berlaku;
2) Undang-Undang Nomor: 18 Tahun 2003, tentang Advokat;
3) Undang-Undang Nomor: 30 Tahun 2004, tentang jabatan Notaris, pada pasal 85 disinggung beberapa jenis sanksi yang bisa dikaitkan dengan pelanggaran kode etik.

Etiket dan Etika  Moral, Hukum dan Agama
·         Perbedaan Etika dan Etiket :
Seringkali dua istilah tersebut disamakan artinya, padahal perbedaan antara keduanya sangat mendasar. Dari asal katanya saja berbeda, yakni Ethics dan Ethiquetle. Etika berarti moral sedangkan Etiket berarti sopan santun.
Namun meskipun berbeda, ada persamaan antara keduanya, yaitu :
  • Keduanya menyangkut perilaku manusia
  • Etika dan etiket mengatur perilkau manusia secara normative, artinya memberi norma bagi perilku manusia dan dengan demikian menyatakan apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
Perbedaannya yang penting antara lain yaitu :
  • Etiket menyangkut cara suatu perbuatan harus dilakukan manusia. Diantara beberapa cara yang mungkin, etiket menunjukkan cara yang tepat, artinya cara yang diharapkan serta ditentukan dalam suatu kalangan tertentu.
  • Etika tidak terbatas pada cara dilakukannya suatu perbuatan. Etika menyangkut pilihan yaitu apakah perbuatan boleh dilakukan atau tidak.
  • Etiket hanya berlaku dalam pergaulan. Bila tidak ada saksi mata, maka maka etiket tidak berlaku.
  • Etika selalu berlaku meskipun tidak ada saksi mata, tidak tergantung pada ada dan tidaknya seseorang.
  • Etiket bersifat relatif artinya yang dianggap tidak sopan dala suatu kebudayaan, isa saja diangap sopan dalam kebudayaan lain.
  • Etika jauh lebih bersifat absolut. Prinsip-prinsipnya tidak dapat ditawar lagi.
  • Etiket hanya memadang mausiadari segi lahiriah saja.
  • Etika menyangkut manusia dari segi dalam. Orang yang bersikap etis adalah orang yang sungguh-sungguh baik.
Perbedaan Moral dan Hukum :
Sebenarnya ataa keduanya terdapat hubungan yang cukup erat. Karena anatara satu dengan yang lain saling mempegaruhi dan saling membutuhkan. Kualitas hukum ditentukan oleh moralnya. Karena itu hukum harus dinilai/diukur dengan norma moral. Undang-undang moral tidak dapat diganti apabila dalam suatu masyarakat kesadaran moralnya mencapai tahap cukup matang. Secaliknya moral pun membutuhkan hukum, moral akan mengambang saja apabil atidak dikukuhkan, diungkapkan dan dilembagakan dalam masyarakat. Dengan demikian hukum dapat meningkatkan dampak social moralitas.
Walaupun begitu tetap saja antara Moral dan Hukum harus dibedakan. Perbedaan tersebut antara lain :
  • Hukum bersifat obyektif karena hukum dituliskan dan disusun dalam kitab undang-undang. Maka hkum lebih memiliki kepastian yang lebih besar.
  • Norma bersifat subyektif dan akibatnya seringkali diganggu oleh pertanyaan atau diskusi yang menginginkan kejelasan tentang etis dan tidaknya.
  • Hukum hanya membatasi ruang lingkupnya pada tingkah laku lahiriah manusia saja.
  • Sedangkan moralitas menyangkut perilaku batin seseorang.
  • Sanksi hukum bisanya dapat dipakasakan.
  • Sedangkan sanksi moral satu-satunya adalah pada kenyataan bahwa hati nuraninya akan merasa tidak tenang.
  • Sanksi hukum pada dasarnya didasarkan pada kehendak masyarakat.
  • Sedangkan moralitas tidak akan dapat diubah oleh masyarakat
Perbedaan Etika dan Agama :
Etika mendukung keberadaan Agama, dimana etika sanggup membantu manusia dalam menggunakan akal pikiran untuk memecahkan masalah.
Perbedaan antara etika dan ajaran moral agama yakni etika mendasarkan diri pada argumentasi rasional. Sedangkan Agama menuntut seseorang untuk mendasarkan diri pada wahtu Tuhan dan ajaran agama.
Etika dan Moral
Etika lebih condong kearah ilmu tentang baik atau buruk. Selain itu etika lebih sering dikenal sebagai kode etik.
Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan atau nilai yang berkenaan dengan baik buruk.
Dua kaidah dasar moral adalah :
  • Kaidah Sikap Baik. Pada dasarnya kita mesti bersikap baik terhadap apa saja. Bagaimana sikap baik itu harus dinyatakann dalam bentuk yang kongkret, tergantung dari apa yang baik dalam situasi kongkret itu.
  • Kaidah Keadilan. Prinsip keadilan adalah kesamaan yang masih tetap mempertimbangkan kebutuhan orang lain. Kesamaan beban yang terpakai harus dipikulkan harus sama, yang tentu saja disesuaikan dengan kadar angoota masing-masing.

KLASIFIKASI ETIKA
Etika bisa dibagi menjadi berberapa bidang sebagai berikut:
1. Etika Normatif
Etika normatif merupakan cabang etika yang penyelidikannya terkait dengan pertimbangan-pertimbangan tentang bagaimana seharusnya seseorang bertindak secara etis. Dengan kata lain, etika normatif adalah sebuah studi tindakan atau keputusan etis. Di samping itu, etika normatif berhubungan dengan pertimbangan-pertimbangan tentang apa saja kriteria-kriteria yang harus dijalankan agar sautu tindakan atau kepusan itu menjadi baik (Kagan, 1997, 2).
Dalam etika normatif ini muncul teori-teori etika, misalnya etika utilitarianisme, etika deontologis, etika kebajikan dan lain-lain. Suatu teori etika dipahami bahwa hal tersebut mengajukan suatu kriteria tertentu tentang bagaimana sesorang harus bertindak dalam situasi-situasi etis (Williams, 2006, 72). Dalam pengajukan kriteria norma tersebut, teori etika akan memberikan semacam pernyataan yang secara normatif mengandung makna seperti "Fulan seharusnya melakukan X" atau "Fulan seharusnya tidak melakukan X". 
Harus dipahami bahwa setiap teori etika didasarkan pada sebuah kriteria tertentu tentang apa yang etis untuk dilakukan. Kriteria ini disusun berdasarkan prioritas, di mana dari kriteria umum bisa diturunkan menjadi prinsip-prinsip etis yang lebih konkret. Dengan begitu, suatu tindakan dapat disebut etis jika ada kondisi-kondisi tertentu yang memenuhi prinsip-prinsip etis yang diturunkan dari kriteria umum dalam sebuh teori etika normatif tersebut.  
Misalnya pada teori etika utilitarian, kriteria umum itu adalah suatu tindakan dianggap benar atau baik jika menghasilkan utilitas paling besar bagi semua orang yang terpengaruh oleh tindakan atau keputusan tersebut, termasuk orang yang melakukan tindakan. Lain halnya dengan teori etika deontologis Kant yang punya kriteria umum sebagai berikut: "Bertindaklah seolah-olah maksim tindakan Anda melalui keinginan Anda sendiri dapat menjadi sebuah Hukum Alam yang Universal" (Tännsjö, 2008, 56-58).
2. Etika Terapan
Etika terapan merupakan sebuah penerapan teori-teori etika secara lebih spesifik kepada topik-topik kontroversial baik pada domain privat atau publik seperti perang, hak-hak binatang, hukuman mati dan lain-lain. Etika terapan ini bisa dibagi menjadi etika profesi, etika bisnis dan etika lingkungan. Secara umum ada dua fitur yang diperlukan supaya sebuah permasalahan dapat dianggap sebagai masalah etika terapan.
Pertama, permasalahan tersebut harus kontroversial dalam arti bahwa ada kelompok-kelompok yang saling berhadapan terkait dengan permasalahan moral. Masalah pembunuhan, misalnya tidak menjadi masalah etika terapan karena semua orang setuju bahwa praktik tersebut memang dinilai tidak bermoral. Sebaliknya, isu kontrol senjata akan menjadi masalah etika terapan karena ada kelompok yang mendukung dan kelompok yang  menolak terhadap isu kontrol senjata. 
Kedua, sebuah permasalahan menjadi permasalahan etika terapan ketika hal itu punya dimensi dilema etis. Meskipun ada masalah yang kontroversial dan memiliki dampak penting terhadap masyarakat, hal itu belum tentu menjadi permasalahan etika terapan. Kebanyakan masalah yang kontroversial di masyarakat adalah masalah kebijakan sosial. Tujuan dari kebijakan sosial adalah untuk membantu suatu masyarakat tertentu berjalan secara efisien yang dilegitimasinya disandarkan pada konvensi tertentu, seperti undang-undang, peraturan-peraturan dan lain-lain (Debashis, 2007, 28-30).  
Berbeda dengan permasalahan etis yang lebih bersifat universal, seperti kewajiban untuk tidak berbohong, dan tidak terbatas pada suatu masyarakat tertentu saja. Seringkali memang isu-isu kebijakan sosial tumpang tindih dengan isu-isu moralitas. Namun, dua kelompok isu tersebut bisa dibedakan dengan mengunakan kedua pendekatan yang dilakukan di atas. 
Dengan begitu bisa dimengerti bahwa istilah etika terapan digunakan untuk menggambarkan upaya untuk menggunakan metode filosofis mengidentifikasi apa saja yang benar secara moral terkait dengan tindakan dalam berbagai bidang kehidupan manusia. Misalnya, bioetika yang berhubungan dengan mengidentifikasi pendekatan yang benar untuk persoalan-persoalan seperti euthanasia, penggunaan embrio manusia dalam penelitian dan lain-lain.
3. Etika Deskriptif
Etika deskriptif merupakan sebuah studi tentang apa yang dianggap 'etis' oleh individu atau masyarakat. Dengan begitu, etika deskriptif bukan sebuah etika yang mempunyai hubungan langsung dengan filsafat tetapi merupakan sebuah bentuk studi empiris terkait dengan perilaku-perilaku individual atau kelompok. Tidak heran jika etika deskriptif juga dikenal sebagai sebuah etika komparatif yang membandingkan antara apa yang dianggap etis oleh satu individu atau masyarakat dengan individu atau masyarakat yang lain serta perbandingan antara etika di masa lalu dengan masa sekarang. Tujuan dari etika deskriptif adalah untuk menggambarkan tentang apa yang dianggap oleh seseorang atau masyarakat sebagai bernilai etis  serta apa kriteria etis yang digunakan untuk menyebut seseorang itu etis atau tidak (Kitchener, 2000, 3).
Penyelidikan etka deskriptif juga melibatkan tentang apa yang dianggap oleh seseorang atau masyarakat sebagai sesuatu yang ideal. Artinya, kajian ini melihat apa yang bernilai etis dalam diri seseorang atau masyarakat merupakan bagian dari suatu kultur yang diwariskan dari satu generasi ke generasi yang lain. Akan tetapi, etika deskriptif juga memberikan gambaran tentang mengapa satu prinsip etika bisa ditinggalkan oleh genarasi berikutnya. 
Oleh karena itu, etika deskriptif melibatkan stud-studi empris seperti psikologi, sosiologi dan antropologi untuk memberikan suatu gambaran utuh. Di sini antropologi dan sosiologi mampu memberikan segala macam informasi mengenai bagaimana masyarakat di masa lalu dan sekarang menciptakan standar moral dan bagaimana masyarakat itu ingin orang bertindak. Sedang, psikologi bisa melakukan sebuah studi tentang bagaimana seseorang punya kesadaran tentang apa itu baik dan buruk serta bagaimana seseorang membuat keputusan moral dalam situas nyata dan situasi hipotetis (Kitchener, 2000, 3).  
Akan tetapi, etika deskriptif bisa digunakan dalam argumentasi filosofis terkait dengan masalah etis tertentu. Observasi yang dilakukan oleh ilmu-ilmu empiris dalam etika deskripsi seringkali menjadi argumen untuk relativisme etis. Beragamnya fenomena dan perilaku etis di antarbudaya memberikan pemahaman bahwa apa yang baik dan buruk tidaklah absolut, tetapi relatif. Dalam konteks ini, moralitas dianggap relatif pada tingkat antarbudaya. Hal ini juga memberikan pemahaman bahwa moralitas merupakan sebuah konstruksi sosial sehingga sangat tergantung kepada subjek etis dalan lingkungannya.
            Ringkasnya, etika deskriptif  mempertanyakan dua hal berikut:
  1. Apa yang seseorang atau masyarakat klaim sebagai "baik"?
  2. Bagaimana orang bertindak secara nyata ketika berhadapan dengan masalah-masalah etis?
4. Metaetika
Metaetika berhubungan dengan sifat penilaian moral. Fokus dari metaetika adala arti atau makna dari pernyataan-pernyataan yang ada di dalam etika. Dengan kata lain, metaetika merupakan kajian tingkat kedua dari etika. Artinya, pertanyaan yang diajukan dalam metaetika adalah apa makna jika kita berkata bahwa sesuatu itu baik?
Metaetika juga bisa dimengerti sebagai sebuah cara untuk melihat fungsi-fungsi pernyataan-pernyataan etika, dalam arti bagaimana kita mengerti apa yang dirujuk dari pernyataan-pernyataan tersebut dan bagaimana pernyataan itu didemonstrasikan sebagai sesuatu yang bermakna.  
Perkembangan metaetika awalnya merupakan jawaban atas tantangan dari Positivisme Logis yang berkembang pada abad 20-an (Lee, 1986, 8). Kalangan pendukung Positivisme Logis berpendapat bahwa jika tidak bisa memberikan bukti yang menunjukkan sebuah pernyataan itu benar, maka pernyataan itu tidak bermakna. Ketika prinsip dari Positivisme Logis juga diujikan kepada pernyataan-pernyataan etis, maka pernyataan-pernyataan itu harus berdasarkan bukti. Ringkasnya, jika tidak ada bukti, maka tidak ada makna.  
Di sini kata kuncinya adalah apa yang dikenal dengan "naturalistic fallacy", yaitu dianggap akan melakukan kesalahan jika kita menarik suatu pernyataan tentang apa yang seharusnya dari pernyataan tentang apa yang ada.  Kesulitan dari bahasa etika adalah penyataan-pernyataannya tidak selalu berupa fakta. Disinilah peran sentral dari metaetika yang mengembangkan berbagai cara untuk menjelaskan apa yang dimaksud dengan bahasa etika dengan intensi bahwa pernyataan-pernyataan etis punya makna. Dalam pembahasan ini metaetika biasanya terbagi menjadi dua, yaitu realisme etis dan nonrealisme etis.

Konsepsi Etika
Terminologi etika berasal dari bahasa Yunani “ethos”. Artinya: “custom” atau kebiasaan yang berkaitan dengan tindakan atau tingkah laku manusia. Etika berbeda dengan etiket. Jika etika berkaitan dengan moral, etiket hanya bersentuhan dengan urusan sopan santun. Belajar etiket berarti belajar bagaimana bertindak dalam cara-cara yang sopan; sebaliknya belajar etika berarti belajar bagaimana bertindak baik.( Fr. Yohanes Agus Setyono CM)
Kata etiket berasal dari kata Perancis etiquette yang diturunkan dari kata Perancis estiquette Etiket didefinisikan sebagai cara-cara yang diterima dalam suatu masyarakat atau kebiasaan sopan-santun yang disepakati dalam lingkungan pergaulan antar manusia. Etiket yang menyangkut tata cara kenegaraan disebut protokol.
Etiket antara lain menyangkut cara berbicara, berpakaian, makan, menonton, berjalan, melayat, menelpon dan menerima telepon, bertamu, dan berkenalan.( Mintarsih Adimihardja)
Konsep-konsep dasar etika antara lain adalah (Bertens, 2002): (i) ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku manusia serta azas-azas akhlak (moral) serta kesusilaan hati seseorang untuk berbuat baik dan juga untuk menentukan kebenaran atau kesalahan dan tingkah Laku seseorang terhadap orang lain.
Teori-teori etika:
1.Utilitarianisme
Utilitarianisme menyatakan bahwa suatu tindakan diangap baik bila tindakan ini meningkatkan derajat manusia. Penekanan dalam utilitarianisme bukan pada memaksimalkan derajat pribadi, tetapi memaksimalkan derajat masyarakat secara keseluruhan. Dalam implementasinya sangat tergantung pada pengetahuan kita akan hal mana yang dapat memberikan kebaikan terbesar. Seringkali, kita tidak mungkin benar-benar mengetahui konsekuensi tindakan kita sehingga ada resiko bahwa perkiraan terbaik bisa saja salah.
2. Analisis Biaya-Keuntungan (Cost-Benefit Analysis)
Pada dasarnya, tipe analisis ini hanyalah satu penerapan utilitarianisme. Dalam analisis biaya-keuntungan, biaya suatu proyek dinilai, demikian juga keuntungannya. Hanya proyek-proyek yang perbandingan keuntungan terhadap biayanya paling tinggi saja yang akan diwujudkan. Bila dilihat dari teorinya, sangatlah mudah untuk menghitung biaya dan keuntungan, namun dalam penerapannya bukan hanya hal-hal yang bersifat materi saja yang perlu diperhitungkan melainkan hal-hal lahir juga perlu diperhatikan dalam mengambil keputusan.
3. Etika Kewajiban dan Etika Hak
Etika kewajiban (duty ethics) menyatakan bahwa ada tugas-tugas yang harus dilakukan tanpa mempedulikan apakah tindakan ini adalah tindakan terbaik. Sedangkan, etika hak (right-ethics) menekankan bahwa kita semua mempunyai hak moral, dan semua tindakan yang melanggar hak ini tidak dapat diterima secara etika.
Etika kewajiban dan etika hak sebenarnya hanyalah dua sisi yang berbeda dari satu mata uang yang sama. Kedua teori ini mencapai akhir yang sama; individu harus dihormati, dan tindakan dianggap etis bila tindakan itu mempertahankan rasa hormat kita kepada orang lain. Kelemahan dari teori ini adalah terlalu bersifat individu, hak dan kewajiban bersifat individu. Dalam penerapannya sering terjadi bentrok antara hak seseorang dengan orang lain.
4. Etika Moralitas
Pada dasarnya, etika moralitas berwacana untuk menentukan kita sebaiknya menjadi orang seperti apa. Dalam etika moralitas, suatu tindakan dianggap benar jika tindakan itu mendukung perilaku karakter yang baik (bermoral) dan dianggap salah jika tindakan itu mendukung perilaku karakter yang buruk (tidak bermoral). Etika moral lebih bersifat pribadi, namum moral pribadi akan berkaitan erat dengan moral bisnis. Jika perilaku seseorang dalam kehidupan pribadinya bermoral, maka perilakunya dalam kehidupan bisnis juga akan bermoral.

Sumber :
https://adityaanggar.wordpress.com/2008/10/26/konsep-etika/
https://rosicute.wordpress.com/2010/11/23/pengertian-etika-bisnis/
http://rannie-winoni.blogspot.com/2009/10/contoh-kasus-etika-bisnis.html
http://lailulromdhon.blogspot.com/2010/11/tiga-contoh-etika-bisnis.html
http://rosicute.wordpress.com/2010/11/23/pengertian-etika-bisnis/
http://andyhariman.blogspot.com/2010/01/pengertian-etika-bisnis.html
http://handyleonardoetikabisnis.blogspot.co.id/2012/09/pengertian-etika-etika-bisnis-dan.html
http://alfanz0.blogspot.co.id/2013/03/etika-moral-dan-agama.html
http://darikelas.blogspot.com/
http://layarasdos.blogspot.co.id/2014/07/klasifikasi-etika.html
http://etika-kita.blogspot.co.id/2008/04/perbedaan-pengertian-etika-etiket-moral.html

Nama : Nita Priyani
Kelas : 4EA03
Npm  : 16213475
Tugas : Etika Bisnis Minggu ke 1







Tidak ada komentar:

Posting Komentar