Secara sederhana yang dimaksud
dengan etika bisnis adalah cara-cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang
mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan,
industri dan juga masyarakat.
Kesemuanya ini mencakup bagaimana
kita menjalankan bisnis secara adil, sesuai dengan hukum yang berlaku, dan
tidak tergantung pada kedudukan individu ataupun perusahaan di masyarakat.
Etika bisnis lebih luas dari
ketentuan yang diatur oleh hukum, bahkan merupakan standar yang lebih tinggi
dibandingkan standar minimal ketentuan hukum, karena dalam kegiatan
bisnis seringkali kita temukan wilayah abu-abu yang tidak diatur oleh ketentuan
hukum.
Von der Embse dan R.A. Wagley dalam artikelnya di
Advance Managemen Jouurnal (1988), memberikan tiga pendekatan dasar dalam
merumuskan tingkah laku etika bisnis, yaitu :
- Utilitarian
Approach : setiap tindakan harus didasarkan pada
konsekuensinya. Oleh karena itu, dalam bertindak seseorang seharusnya
mengikuti cara-cara yang dapat memberi manfaat sebesar-besarnya kepada
masyarakat, dengan cara yang tidak membahayakan dan dengan biaya
serendah-rendahnya.
- Individual
Rights Approach : setiap orang dalam tindakan dan kelakuannya
memiliki hak dasar yang harus dihormati. Namun tindakan ataupun tingkah laku
tersebut harus dihindari apabila diperkirakan akan menyebabkan terjadi
benturan dengan hak orang lain.
- Justice
Approach : para pembuat keputusan mempunyai kedudukan
yang sama, dan bertindak adil dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan
baik secara perseorangan ataupun secara kelompok.
Etika bisnis dalam perusahaan memiliki peran yang
sangat penting, yaitu untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki
daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai
(value-creation) yang tinggi, diperlukan suatu landasan yang kokoh.
Biasanya dimulai dari perencanaan
strategis , organisasi yang baik, sistem prosedur yang transparan didukung oleh
budaya perusahaan yang andal serta etika perusahaan yang dilaksanakan secara
konsisten dan konsekuen.
Haruslah diyakini bahwa pada
dasarnya praktek etika bisnis akan selalu menguntungkan perusahaan baik untuk
jangka menengah maupun jangka panjang, karena :
- Mampu
mengurangi biaya akibat dicegahnya kemungkinan terjadinya friksi, baik
intern perusahaan maupun dengan eksternal.
- Mampu
meningkatkan motivasi pekerja.
- Melindungi
prinsip kebebasan berniaga
- Mampu
meningkatkan keunggulan bersaing.
Tidak bisa dipungkiri, tindakan yang tidak etis yang
dilakukan oleh perusahaan akan memancing tindakan balasan dari konsumen dan
masyarakat dan akan sangat kontra produktif, misalnya melalui gerakan
pemboikotan, larangan beredar, larangan beroperasi dan lain sebagainya. Hal ini
akan dapat menurunkan nilai penjualan maupun nilai perusahaan.
Sedangkan perusahaan yang menjunjung
tinggi nilai-nilai etika bisnis, pada umumnya termasuk perusahaan yang
memiliki peringkat kepuasan bekerja yang tinggi pula, terutama apabila
perusahaan tidak mentolerir tindakan yang tidak etis, misalnya diskriminasi
dalam sistem remunerasi atau jenjang karier.
Perlu dipahami, karyawan yang
berkualitas adalah aset yang paling berharga bagi perusahaan. Oleh karena itu,
perusahaan harus semaksimal mungkin harus mempertahankan karyawannya.
Untuk memudahkan penerapan etika
perusahaan dalam kegiatan sehari-hari maka nilai-nilai yang terkandung dalam
etika bisnis harus dituangkan kedalam manajemen korporasi yakni dengan
cara :
- Menuangkan
etika bisnis dalam suatu kode etik (code of conduct)
- Memperkuat
sistem pengawasan
- Menyelenggarakan
pelatihan (training) untuk karyawan secara terus menerus.
·
Contoh kasus
etika bisnis:
1. Sebuah perusahaan pengembang
di Lampung membuat kesepakatan dengan sebuah perusahaan perusahaan kontraktor
untuk membangun sebuah pabrik. Sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati
pihak pengembang memberikan spesifikasi bangunan kepada pihak perusahaan
kontraktor tersebut. Dalam pelaksanaannya, perusahaan kontraktor menyesuaikan
spesifikasi bangunan pabrik yang telah dijanjikan. Sehingga bangunan pabrik
tersebut tahan lama dan tidak mengalami kerusakan. Dalam kasus ini pihak
perusahaan kontraktor telah mematuhi prinsip kejujuran karena telah memenuhi
spesifikasi bangunan yang telah mereka musyawarahkan bersama pihak pengembang.
2. Sebuah Yayasan Maju Selalu
menyelenggarakan pendidikan setingkat SMA. Pada tahun ajaran baru sekolah
mengenakan biaya sebesar Rp.500.000,- kepada setiap siswa baru. Pungutan
sekolah ini diinformasikan kepada mereka saat akan mendaftar,sehingga setelah
diterima,mereka harus membayarnya. Kemudian pihak sekolah memberikan informasi
ini kepada wali murid bahwa pungutan tersebut digunakan untuk biaya pembuatan
seragam sekolah yang akan dipakai oleh semua murid pada setiap hari rabu-kamis.
Dalam kasus ini Yayasan dan sekolah dapat dikategorikan mengikuti transparasi.
3. Pada tahun 1990 an, kasus yang masih
mudah diingat yaitu Enron. Bahwa Enron adalah perusahaan yang sangat bagus dan
pada saat itu perusahaan dapat menikmati booming industri energi dan saat
itulah Enron sukses memasok enegrgi ke pangsa pasar yang bergitu besar dan
memiliki jaringan yang luar biasa luas. Enron bahkan berhasil menyinergikan
jalur transmisi energinya untuk jalur teknologi informasi. Dan data yang ada
dari skilus bisnisnya, Enron memiliki profitabilitas yang cukup menggiurkan. Seiring
dengan booming industri energi, akhirnya memosisikan dirinya sebagai energy
merchants dan bahkan Enron disebut sebagai ”spark spead” Cerita pada awalnya
adalah anggota pasar yang baik, mengikuti peraturan yang ada dipasar dengan
sebagaimana mestinya. Pada akhirnya Enron meninggalkan prestasi dan reputasinya
baik tersebut, karena melakukan penipuan dan penyesatan.. Sebagai perusahaan
Amerika terbesar ke delapan, Enron kemudian kolaps pada tahun 2001.
Berdasarkan referensi-referensi dan
contoh diatas. saya sependapat etika bisnis adalah studi yang dikhususkan
mengenai moral yang benar dan salah yang harus dipelajari oleh semua perilaku
bisnis. karena menurut saya dalam berbisnis sangat penting untuk beretika dan
melakukan persaingan yang sehat antar pelaku bisnis. kita dapat melihat di
contoh diatas pelaku bisnis yang menggunakan etika dalam berbisnis akan
mengikuti transparansi, kejujuran, dan nilai-nilai moral yang baik. sedangkan
pada contoh ketiga ialah contoh kasus yang melakukan penipuan dan penyesatan.
sangat tidak bagus dan merusak nama dan citra perusahaan.
·
KODE ETIK PROFESI
Kode etik merupakan prinsip-prinsip yang
merupakan kesatuan moral yang melekat pada suatu profesi sesuai kesepakatan
organisasi profesi yang disusun sesara sistematis.
Kode etik dapat dikatakan
merupakan sekumpulan etika yang telah tersusun dalam bentuk peraturan
berdasarkan prinsip moral pada umumnya yang disesuaikan dan diterima sesuai
jiwa profesi guna mendukung ketentuan hukum yang berlaku demi kepentingan
profesi, pengguna jasa profesi, masyarakat/publik, bangsa dan negara.
Pengaturan etika disusun
dalam bentuk kode etik dipandang penting mengingat jumlah penyandang profesi
makin banyak sehingga membutuhkan ketentuan baku yang mampu mengendalikan serta
mengawasi kinerja profesi. Selain makin banyaknya penyandang profesi, juga
menghindari kesalahan profesi tanpa ada pertangungjawaban dengan mengotak-atik
kelemahan etika guna mengamankan penyandang profesi itu sendiri. Faktor lain
yang mendukung dibentuknya kode etik secara baku karena tuntutan masyarakat
yang makin kompleks dan kritis sehingga ada kepastian hukum tentang benar atau
tidaknya penyandang profesi dalam menjalankan tugasnya.
Penegakan terhadap pelaksanaan kode etik
secara konsekuen dilakukan oleh organisasi profesi sebagai pencetus lahirnya
kode etik. Keberadaan organisasi profesi dipandang penting untuk menjatuhkan
sanksi bagi pelanggar kode etik. Sanksi-sanksi diharapkan lebih efektif karena
telah dibahas diantara penyandang profesi, sehingga terdapat beban moral bagi
pelanggar yang secara psikis merasa dikucilkan dalam pergaulan profesi bahkan
akan menjadi lebih berarti manakala organisasi profesi telah diberikan
kewenangan oleh Undang-undang untuk memberikan Ijin praktek. Kewenangan
tersebut dapat mengakibatkan pencabutan
ijin praktek. Selain organisasi sebagai penegakan etika, juga merupakan wadah
bagi pengembangan profesi, sebagai tempat tukar menukar informasi, membahas dan
menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan profesi, membela hak-hak
anggotanya.
Menurut E.Holloway dikutip
dari Shidarta, kode etik itu memberi petunjuk untuk hal-hal sebagai berikut:
1.hubungan antara klien dan penyandang profesi;
2.pengukuran dan standar evaluasi yang dipakai dalam
profesi;
3.penelitian dan publikasi/penerbitan profesi;
4.konsultasi dan praktik pribadi;
5.tingkat kemampuan kompetensi yang umum;
6.administrasi personalia;
7.standar-standar untuk pelatihan.
Ditambahkan oleh Holloway, bahwa kode
etik (standar etika) tersebut mengandung beberapa tujuan sekaligus, yaitu
untuk:
1.menjelaskan dana menetapkan tanggung jawab kepada
klien, lembaga (institution), dan masyarakat pada umumnya;
2.membantu penyandang profesi dalam menentukan apa yang
harus mereka perbuat kalau mereka menghadapi dilema-dilema etis dalam
pekerjaannya;
3.membiarkan profesi menjaga reputasi (nama baik) dan
fungsi profesi dalam masyarakat melawan kelakuan buruk dari anggota-anggota tertentu dari profesi
itu;
4.mencerminkan pengharapan moral dari komunitas
masyarakat (atas pelayanan penyandang profesi itu kepada masyarakat);
5.merupakan dasar untuk menjaga kelakuan dan integritas
atas kejujuran dari penyandang profesi itu sendiri.
Kode etik oleh Edgar
Bodenheimer dapat dikelompokkan kedalam jenis aturan yang disebut autonomic
legislation. Biasanya kode etik tidak pernah dianggap sebagai bagian dari
hukum positif suatu negara, Namun disadari atau tidak, kode etik dapat saja
secara diam-diam diadopsi menjadi salah satu jenis sumber formal hukum.
Perkembangan hukum di Indonesia
terdapat beberapa Undang-undang yang mencantumkan kode etik harus ditaati
sehingga kode etik merupakan bagian dari hukum positif yang akan menimbulkan
sanksi hukum bagi pelanggar disisi lain penegakan kode etik juga merupakan
tujuan dari hukum positif. Adapun Undang-undang tersebut antara lain:
1) Pasal 17 ayat 1 huruf f Undang-Undang Nomor: 8 Tahun
1999, tentang perlindungan konsumen, melarang pelaku usaha periklanan
memproduksi iklan yang melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundangan
yang berlaku;
2) Undang-Undang Nomor: 18 Tahun 2003, tentang Advokat;
3) Undang-Undang Nomor: 30 Tahun 2004, tentang jabatan
Notaris, pada pasal 85 disinggung beberapa jenis sanksi yang bisa dikaitkan
dengan pelanggaran kode etik.
Etiket dan Etika Moral, Hukum dan Agama
·
Perbedaan Etika dan Etiket :
Seringkali dua istilah tersebut
disamakan artinya, padahal perbedaan antara keduanya sangat mendasar. Dari asal
katanya saja berbeda, yakni Ethics dan Ethiquetle. Etika berarti moral sedangkan
Etiket berarti sopan santun.
Namun meskipun berbeda, ada persamaan antara keduanya,
yaitu :
- Keduanya
menyangkut perilaku manusia
- Etika
dan etiket mengatur perilkau manusia secara normative, artinya memberi
norma bagi perilku manusia dan dengan demikian menyatakan apa yang harus
dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
Perbedaannya yang penting antara lain yaitu :
- Etiket
menyangkut cara suatu perbuatan harus dilakukan manusia. Diantara beberapa
cara yang mungkin, etiket menunjukkan cara yang tepat, artinya cara yang
diharapkan serta ditentukan dalam suatu kalangan tertentu.
- Etika
tidak terbatas pada cara dilakukannya suatu perbuatan. Etika menyangkut
pilihan yaitu apakah perbuatan boleh dilakukan atau tidak.
- Etiket
hanya berlaku dalam pergaulan. Bila tidak ada saksi mata, maka maka etiket
tidak berlaku.
- Etika
selalu berlaku meskipun tidak ada saksi mata, tidak tergantung pada ada
dan tidaknya seseorang.
- Etiket
bersifat relatif artinya yang dianggap tidak sopan dala suatu kebudayaan,
isa saja diangap sopan dalam kebudayaan lain.
- Etika
jauh lebih bersifat absolut. Prinsip-prinsipnya tidak dapat ditawar lagi.
- Etiket
hanya memadang mausiadari segi lahiriah saja.
- Etika
menyangkut manusia dari segi dalam. Orang yang bersikap etis adalah orang
yang sungguh-sungguh baik.
Perbedaan Moral dan Hukum :
Sebenarnya ataa keduanya terdapat
hubungan yang cukup erat. Karena anatara satu dengan yang lain saling
mempegaruhi dan saling membutuhkan. Kualitas hukum ditentukan oleh moralnya.
Karena itu hukum harus dinilai/diukur dengan norma moral. Undang-undang moral
tidak dapat diganti apabila dalam suatu masyarakat kesadaran moralnya mencapai
tahap cukup matang. Secaliknya moral pun membutuhkan hukum, moral akan
mengambang saja apabil atidak dikukuhkan, diungkapkan dan dilembagakan dalam
masyarakat. Dengan demikian hukum dapat meningkatkan dampak social moralitas.
Walaupun begitu tetap saja antara Moral dan Hukum
harus dibedakan. Perbedaan tersebut antara lain :
- Hukum
bersifat obyektif karena hukum dituliskan dan disusun dalam kitab
undang-undang. Maka hkum lebih memiliki kepastian yang lebih besar.
- Norma
bersifat subyektif dan akibatnya seringkali diganggu oleh pertanyaan atau
diskusi yang menginginkan kejelasan tentang etis dan tidaknya.
- Hukum
hanya membatasi ruang lingkupnya pada tingkah laku lahiriah manusia saja.
- Sedangkan
moralitas menyangkut perilaku batin seseorang.
- Sanksi
hukum bisanya dapat dipakasakan.
- Sedangkan
sanksi moral satu-satunya adalah pada kenyataan bahwa hati nuraninya akan
merasa tidak tenang.
- Sanksi
hukum pada dasarnya didasarkan pada kehendak masyarakat.
- Sedangkan
moralitas tidak akan dapat diubah oleh masyarakat
Perbedaan Etika dan Agama :
Etika mendukung keberadaan Agama,
dimana etika sanggup membantu manusia dalam menggunakan akal pikiran untuk
memecahkan masalah.
Perbedaan antara etika dan ajaran moral agama yakni
etika mendasarkan diri pada argumentasi rasional. Sedangkan Agama menuntut
seseorang untuk mendasarkan diri pada wahtu Tuhan dan ajaran agama.
Etika dan Moral
Etika lebih condong kearah ilmu
tentang baik atau buruk. Selain itu etika lebih sering dikenal sebagai kode
etik.
Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan
atau nilai yang berkenaan dengan baik buruk.
Dua kaidah dasar moral adalah :
Dua kaidah dasar moral adalah :
- Kaidah
Sikap Baik. Pada dasarnya kita mesti bersikap baik terhadap apa saja.
Bagaimana sikap baik itu harus dinyatakann dalam bentuk yang kongkret,
tergantung dari apa yang baik dalam situasi kongkret itu.
- Kaidah
Keadilan. Prinsip keadilan adalah kesamaan yang masih tetap mempertimbangkan
kebutuhan orang lain. Kesamaan beban yang terpakai harus dipikulkan harus
sama, yang tentu saja disesuaikan dengan kadar angoota masing-masing.
KLASIFIKASI ETIKA
Etika bisa dibagi menjadi berberapa bidang sebagai
berikut:
1. Etika
Normatif
Etika normatif merupakan cabang
etika yang penyelidikannya terkait dengan pertimbangan-pertimbangan tentang
bagaimana seharusnya seseorang bertindak secara etis. Dengan kata lain, etika
normatif adalah sebuah studi tindakan atau keputusan etis. Di samping itu,
etika normatif berhubungan dengan pertimbangan-pertimbangan tentang apa saja
kriteria-kriteria yang harus dijalankan agar sautu tindakan atau kepusan itu
menjadi baik (Kagan, 1997, 2).
Dalam etika normatif ini muncul
teori-teori etika, misalnya etika utilitarianisme, etika deontologis, etika
kebajikan dan lain-lain. Suatu teori etika dipahami bahwa hal tersebut
mengajukan suatu kriteria tertentu tentang bagaimana sesorang harus bertindak
dalam situasi-situasi etis (Williams, 2006, 72). Dalam pengajukan kriteria
norma tersebut, teori etika akan memberikan semacam pernyataan yang secara
normatif mengandung makna seperti "Fulan seharusnya melakukan X" atau
"Fulan seharusnya tidak melakukan X".
Harus dipahami bahwa setiap teori
etika didasarkan pada sebuah kriteria tertentu tentang apa yang etis untuk
dilakukan. Kriteria ini disusun berdasarkan prioritas, di mana dari kriteria
umum bisa diturunkan menjadi prinsip-prinsip etis yang lebih konkret. Dengan
begitu, suatu tindakan dapat disebut etis jika ada kondisi-kondisi tertentu
yang memenuhi prinsip-prinsip etis yang diturunkan dari kriteria umum dalam
sebuh teori etika normatif tersebut.
Misalnya pada teori etika
utilitarian, kriteria umum itu adalah suatu tindakan dianggap benar atau baik
jika menghasilkan utilitas paling besar bagi semua orang yang terpengaruh oleh
tindakan atau keputusan tersebut, termasuk orang yang melakukan tindakan. Lain
halnya dengan teori etika deontologis Kant yang punya kriteria umum sebagai
berikut: "Bertindaklah seolah-olah maksim tindakan Anda melalui keinginan
Anda sendiri dapat menjadi sebuah Hukum Alam yang Universal" (Tännsjö,
2008, 56-58).
2. Etika
Terapan
Etika terapan merupakan sebuah
penerapan teori-teori etika secara lebih spesifik kepada topik-topik
kontroversial baik pada domain privat atau publik seperti perang, hak-hak
binatang, hukuman mati dan lain-lain. Etika terapan ini bisa dibagi menjadi
etika profesi, etika bisnis dan etika lingkungan. Secara umum ada dua fitur
yang diperlukan supaya sebuah permasalahan
dapat dianggap sebagai masalah etika terapan.
Pertama, permasalahan tersebut harus kontroversial
dalam arti bahwa ada kelompok-kelompok yang saling berhadapan terkait dengan
permasalahan moral. Masalah pembunuhan, misalnya tidak menjadi masalah etika
terapan karena semua orang setuju bahwa praktik tersebut memang dinilai tidak
bermoral. Sebaliknya, isu kontrol senjata akan menjadi masalah etika terapan
karena ada kelompok yang mendukung dan kelompok yang menolak terhadap isu kontrol senjata.
Kedua, sebuah permasalahan menjadi
permasalahan etika terapan ketika hal itu punya dimensi dilema etis. Meskipun
ada masalah yang kontroversial dan memiliki dampak penting terhadap masyarakat,
hal itu belum tentu menjadi permasalahan etika terapan. Kebanyakan masalah yang
kontroversial di masyarakat adalah masalah kebijakan sosial. Tujuan dari
kebijakan sosial adalah untuk membantu suatu masyarakat tertentu berjalan
secara efisien yang dilegitimasinya disandarkan pada konvensi tertentu, seperti
undang-undang, peraturan-peraturan dan lain-lain (Debashis, 2007, 28-30).
Berbeda dengan permasalahan etis
yang lebih bersifat universal, seperti kewajiban untuk tidak berbohong, dan
tidak terbatas pada suatu masyarakat tertentu saja. Seringkali memang isu-isu
kebijakan sosial tumpang tindih dengan isu-isu moralitas. Namun, dua kelompok
isu tersebut bisa dibedakan dengan mengunakan kedua pendekatan yang dilakukan
di atas.
Dengan begitu bisa dimengerti bahwa
istilah etika terapan digunakan untuk menggambarkan upaya untuk menggunakan
metode filosofis mengidentifikasi apa saja yang benar secara moral terkait
dengan tindakan dalam berbagai bidang kehidupan manusia. Misalnya, bioetika
yang berhubungan dengan mengidentifikasi pendekatan yang benar untuk
persoalan-persoalan seperti euthanasia, penggunaan embrio manusia dalam
penelitian dan lain-lain.
3. Etika
Deskriptif
Etika deskriptif merupakan sebuah
studi tentang apa yang dianggap 'etis' oleh individu atau masyarakat. Dengan
begitu, etika deskriptif bukan sebuah etika yang mempunyai hubungan langsung
dengan filsafat tetapi merupakan sebuah bentuk studi empiris terkait dengan
perilaku-perilaku individual atau kelompok. Tidak heran jika etika deskriptif
juga dikenal sebagai sebuah etika komparatif yang membandingkan antara apa yang
dianggap etis oleh satu individu atau masyarakat dengan individu atau
masyarakat yang lain serta perbandingan antara etika di masa lalu dengan masa
sekarang. Tujuan dari etika deskriptif adalah untuk menggambarkan tentang apa
yang dianggap oleh seseorang atau masyarakat sebagai bernilai etis serta apa kriteria etis yang digunakan untuk
menyebut seseorang itu etis atau tidak (Kitchener, 2000, 3).
Penyelidikan etka deskriptif juga
melibatkan tentang apa yang dianggap oleh seseorang atau masyarakat sebagai
sesuatu yang ideal. Artinya, kajian ini melihat apa yang bernilai etis dalam
diri seseorang atau masyarakat merupakan bagian dari suatu kultur yang
diwariskan dari satu generasi ke generasi yang lain. Akan tetapi, etika
deskriptif juga memberikan gambaran tentang mengapa satu prinsip etika bisa
ditinggalkan oleh genarasi berikutnya.
Oleh karena itu, etika deskriptif
melibatkan stud-studi empris seperti psikologi, sosiologi dan antropologi untuk
memberikan suatu gambaran utuh. Di sini antropologi dan sosiologi mampu
memberikan segala macam informasi mengenai bagaimana masyarakat di masa lalu
dan sekarang menciptakan standar moral dan bagaimana masyarakat itu ingin orang
bertindak. Sedang, psikologi bisa melakukan sebuah studi tentang bagaimana
seseorang punya kesadaran tentang apa itu baik dan buruk serta bagaimana
seseorang membuat keputusan moral dalam situas nyata dan situasi hipotetis
(Kitchener, 2000, 3).
Akan tetapi, etika deskriptif bisa
digunakan dalam argumentasi filosofis terkait dengan masalah etis tertentu.
Observasi yang dilakukan oleh ilmu-ilmu empiris dalam etika deskripsi
seringkali menjadi argumen untuk relativisme etis. Beragamnya fenomena dan
perilaku etis di antarbudaya memberikan pemahaman bahwa apa yang baik dan buruk
tidaklah absolut, tetapi relatif. Dalam konteks ini, moralitas dianggap relatif
pada tingkat antarbudaya. Hal ini juga memberikan pemahaman bahwa moralitas
merupakan sebuah konstruksi sosial sehingga sangat tergantung kepada subjek
etis dalan lingkungannya.
Ringkasnya,
etika deskriptif mempertanyakan dua hal
berikut:
- Apa
yang seseorang atau masyarakat klaim sebagai "baik"?
- Bagaimana
orang bertindak secara nyata ketika berhadapan dengan masalah-masalah
etis?
4. Metaetika
Metaetika berhubungan dengan sifat
penilaian moral. Fokus dari metaetika adala arti atau makna dari
pernyataan-pernyataan yang ada di dalam etika. Dengan kata lain, metaetika
merupakan kajian tingkat kedua dari etika. Artinya, pertanyaan yang diajukan
dalam metaetika adalah apa makna jika kita berkata bahwa sesuatu itu baik?
Metaetika juga bisa dimengerti
sebagai sebuah cara untuk melihat fungsi-fungsi pernyataan-pernyataan etika,
dalam arti bagaimana kita mengerti apa yang dirujuk dari pernyataan-pernyataan
tersebut dan bagaimana pernyataan itu didemonstrasikan sebagai sesuatu yang
bermakna.
Perkembangan metaetika awalnya
merupakan jawaban atas tantangan dari Positivisme Logis yang berkembang pada
abad 20-an (Lee, 1986, 8). Kalangan pendukung Positivisme Logis berpendapat
bahwa jika tidak bisa memberikan bukti yang menunjukkan sebuah pernyataan itu
benar, maka pernyataan itu tidak bermakna. Ketika prinsip dari Positivisme
Logis juga diujikan kepada pernyataan-pernyataan etis, maka
pernyataan-pernyataan itu harus berdasarkan bukti. Ringkasnya, jika tidak ada
bukti, maka tidak ada makna.
Di sini kata kuncinya adalah apa yang dikenal dengan "naturalistic fallacy", yaitu dianggap
akan melakukan kesalahan jika kita menarik suatu pernyataan tentang apa yang
seharusnya dari pernyataan tentang apa yang ada. Kesulitan dari bahasa etika adalah
penyataan-pernyataannya tidak selalu berupa fakta. Disinilah peran sentral dari
metaetika yang mengembangkan berbagai cara untuk menjelaskan apa yang dimaksud
dengan bahasa etika dengan intensi bahwa pernyataan-pernyataan etis punya
makna. Dalam pembahasan ini metaetika biasanya terbagi menjadi dua, yaitu
realisme etis dan nonrealisme etis.
Konsepsi
Etika
Terminologi etika berasal dari
bahasa Yunani “ethos”. Artinya: “custom” atau kebiasaan yang berkaitan dengan
tindakan atau tingkah laku manusia. Etika berbeda dengan etiket. Jika etika
berkaitan dengan moral, etiket hanya bersentuhan dengan urusan sopan santun.
Belajar etiket berarti belajar bagaimana bertindak dalam cara-cara yang sopan;
sebaliknya belajar etika berarti belajar bagaimana bertindak baik.( Fr. Yohanes
Agus Setyono CM)
Kata etiket berasal dari kata
Perancis etiquette yang diturunkan dari kata Perancis estiquette Etiket
didefinisikan sebagai cara-cara yang diterima dalam suatu masyarakat atau
kebiasaan sopan-santun yang disepakati dalam lingkungan pergaulan antar
manusia. Etiket yang menyangkut tata cara kenegaraan disebut protokol.
Etiket antara lain menyangkut cara
berbicara, berpakaian, makan, menonton, berjalan, melayat, menelpon dan
menerima telepon, bertamu, dan berkenalan.( Mintarsih Adimihardja)
Konsep-konsep dasar etika antara lain adalah (Bertens, 2002): (i) ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku manusia serta azas-azas akhlak (moral) serta kesusilaan hati seseorang untuk berbuat baik dan juga untuk menentukan kebenaran atau kesalahan dan tingkah Laku seseorang terhadap orang lain.
Konsep-konsep dasar etika antara lain adalah (Bertens, 2002): (i) ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku manusia serta azas-azas akhlak (moral) serta kesusilaan hati seseorang untuk berbuat baik dan juga untuk menentukan kebenaran atau kesalahan dan tingkah Laku seseorang terhadap orang lain.
Teori-teori
etika:
1.Utilitarianisme
Utilitarianisme menyatakan bahwa
suatu tindakan diangap baik bila tindakan ini meningkatkan derajat manusia.
Penekanan dalam utilitarianisme bukan pada memaksimalkan derajat pribadi,
tetapi memaksimalkan derajat masyarakat secara keseluruhan. Dalam
implementasinya sangat tergantung pada pengetahuan kita akan hal mana yang
dapat memberikan kebaikan terbesar. Seringkali, kita tidak mungkin benar-benar
mengetahui konsekuensi tindakan kita sehingga ada resiko bahwa perkiraan
terbaik bisa saja salah.
2. Analisis Biaya-Keuntungan (Cost-Benefit Analysis)
2. Analisis Biaya-Keuntungan (Cost-Benefit Analysis)
Pada dasarnya, tipe analisis ini
hanyalah satu penerapan utilitarianisme. Dalam analisis biaya-keuntungan, biaya
suatu proyek dinilai, demikian juga keuntungannya. Hanya proyek-proyek yang
perbandingan keuntungan terhadap biayanya paling tinggi saja yang akan
diwujudkan. Bila dilihat dari teorinya, sangatlah mudah untuk menghitung biaya
dan keuntungan, namun dalam penerapannya bukan hanya hal-hal yang bersifat
materi saja yang perlu diperhitungkan melainkan hal-hal lahir juga perlu
diperhatikan dalam mengambil keputusan.
3. Etika Kewajiban dan Etika Hak
3. Etika Kewajiban dan Etika Hak
Etika kewajiban (duty ethics)
menyatakan bahwa ada tugas-tugas yang harus dilakukan tanpa mempedulikan apakah
tindakan ini adalah tindakan terbaik. Sedangkan, etika hak (right-ethics)
menekankan bahwa kita semua mempunyai hak moral, dan semua tindakan yang
melanggar hak ini tidak dapat diterima secara etika.
Etika kewajiban dan etika hak
sebenarnya hanyalah dua sisi yang berbeda dari satu mata uang yang sama. Kedua
teori ini mencapai akhir yang sama; individu harus dihormati, dan tindakan
dianggap etis bila tindakan itu mempertahankan rasa hormat kita kepada orang
lain. Kelemahan dari teori ini adalah terlalu bersifat individu, hak dan kewajiban
bersifat individu. Dalam penerapannya sering terjadi bentrok antara hak
seseorang dengan orang lain.
4. Etika Moralitas
4. Etika Moralitas
Pada dasarnya, etika moralitas
berwacana untuk menentukan kita sebaiknya menjadi orang seperti apa. Dalam
etika moralitas, suatu tindakan dianggap benar jika tindakan itu mendukung
perilaku karakter yang baik (bermoral) dan dianggap salah jika tindakan itu
mendukung perilaku karakter yang buruk (tidak bermoral). Etika moral lebih
bersifat pribadi, namum moral pribadi akan berkaitan erat dengan moral bisnis.
Jika perilaku seseorang dalam kehidupan pribadinya bermoral, maka perilakunya
dalam kehidupan bisnis juga akan bermoral.
Sumber :
https://adityaanggar.wordpress.com/2008/10/26/konsep-etika/
https://rosicute.wordpress.com/2010/11/23/pengertian-etika-bisnis/
http://rannie-winoni.blogspot.com/2009/10/contoh-kasus-etika-bisnis.html
http://lailulromdhon.blogspot.com/2010/11/tiga-contoh-etika-bisnis.html
http://rosicute.wordpress.com/2010/11/23/pengertian-etika-bisnis/
http://andyhariman.blogspot.com/2010/01/pengertian-etika-bisnis.html
http://handyleonardoetikabisnis.blogspot.co.id/2012/09/pengertian-etika-etika-bisnis-dan.html
http://alfanz0.blogspot.co.id/2013/03/etika-moral-dan-agama.html
http://darikelas.blogspot.com/
http://layarasdos.blogspot.co.id/2014/07/klasifikasi-etika.html
http://etika-kita.blogspot.co.id/2008/04/perbedaan-pengertian-etika-etiket-moral.html
Nama : Nita Priyani
Kelas : 4EA03
Npm
: 16213475
Tugas : Etika Bisnis Minggu ke 1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar