Globalisasi berasal dari kata
global yang berarti universal atau umum. Bukan hanya perkembangan teknologi
informasi ataupun dalam dunia kerja saja yang memasuki era globalisasi, tetapi
koperasipun sudah dituntut untuk beradaptasi dengan era globalisasi ini.
Meski disebut sebagai “Soko Guru
Perekonomian Bangsa Indonesia”, bukan berarti koperasi lepas dari polemik dan
pasang surut. Apalagi sekarang koperasi dihadapkan pada fakta globalisasi yang
kehadirannya seperti momok yang menakutkan. Lebih dari itu, globalisasi
merupakan “ancaman” yang serius bagi keberlangsungan koperasi.
Pengertian
globalisasi secara umum adalah proses interaksi antar individu, antar kelompok,
dan antar bangsa yang saling bergantung dan mempengaruhi satu sama lain yang
melintasi batas negara.
Dikatakan “ancaman” karena
globalisasi bersifat melintas batas wilayah dan negara, kekuasaan pasar ada di
genggaman konsumen (demand driven), teknologi dengan mudah ditiru dan konsumen
mulai mengalihkan diri pada harga yang berimbas pada munculnya pesaing-pesaing
asing dengan biaya yang lebih murah.
Globalisasi benar-benar mengubah
dunia menjadi desa besar (global village) dengan arus barang, jasa, uang dan
tenaga kerja yang hampir tidak ada batas antar negara. Sehingga konsekuensi
logis yang muncul, koperasi menghadapi pesaing yang lebih banyak bukan saja
perusahaan lokal dan nasional, tetapi perusahaan dari segala penjuru dunia.
Kita ambil contoh yang ada
disekeliling kita, kita juga telah mengetahui begitu banya usaha swasta dan
asing yang telah menyaingi koperasi seperti Giant, Hypermart, Alfamart,
Indomaret, dan lain-lain. Usaha tersebut bahkan sudah berdiri hampir di seluruh
Indonesia bahkan mereka juga telah menguasai pasar Indonesia. Mereka juga
menyediakan barang kebutuhan masyarakat yang lebih komplit dibanding koperasi,
selain barang mereka juga memberikan pelayanan terbaik untuk para pelanggannya
sehingga masyarakat pun lebih memilih berbelanja ditempat seperti itu dibanding
koperasi.
Mendengar
kata “Globalisasi” hal yang pertama terlintas dalam benak kita tentu hal yang
berbau persaingan. Baik itu dalam hal ekonomi, pendidikan, dan persaingan di sektor-sektor lain. Di
samping itu, bicara tentang globalisasi
kita juga bicara tentang teknologi. Globalisasi sebagai suatu proses bukanlah
suatu fenomena baru lagi karena proses globalisasi sebenarnya sudah ada sejak
berabad-abad lamanya. Diakhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 arus globalisasi
semakin berkembang pesat diberbagai negara ketika mulai ditemukan teknologi
komunikasi, informasi, dan transportasi.
Loncatan
teknologi yang semakin canggih pada pertengahan abad ke-20 yaitu internet dan
sekarang ini telah menjamur telepon genggam (handphone) dengan segala fasilitas
yang terdapat didalamnya. Karena salah satu faktor munculnya globalisasi adalah
kemajuan teknologi. Dengan teknologi yang
berkembang pesat saat ini, semua hal menjadi lebih mudah. Contohnya
kemudahan komunikasi, informasi dan transportasi. Kemudahan-kemudahan ini
membuat jarak dan waktu antar negara di seluruh dunia seolah tidak mempunyai
batas. Semuanya meng-global. Dan arus globalisasi ini mempunyai dampak positif
dan negatif dan tentunya.
Koperasi
Indonesia mau tidak mau juga merasakan dampak dari globalisasi ini. Persaingan
dan perdangan bebas dari efek globalisasi ini menjadi tantangan bagi Koperasi
Indonesia. Apakah globalisasi ini lebih mendatangkan dampak yang positif
ataukah justru meberi imbas yang negatif? Siapkah Koperasi Indonesia menghadapi
globalisasi? Pertanyaan ini membuat kita perlu berpikir sejenak untuk
memutuskan akan menjawab “siap” atau “tidak siap”. Namun, dengan segala
pertimbangan yang ada, saya tetap optimis bahwa Koperasi Indonesia siap
menghadapi globalisasi yang terjadi di era sekarang ini.
Cukup
kita sadari bahwa globalisasi ekonomi sekalipun telah menjadi sistem yang
mendunia, tetapi tetap saja berada dalam ranah yang penuh kontroversi. Banyak
yang bergembira mengenai sistem ini namun ada pula yang khawatir akan kelangsungan usahanya. Di satu sisi
globalisasi mempunyai dampak positif di antara aktor-aktor ekonomi dunia.
Mereka meyakini bahwa pasar terbuka, arus modal tanpa pembatas, akan
memaksimalkan efisiensi dan efektifitas ekonomi demi terwujudnya kesejahteraan
untuk semua. Sebaliknya di sisi lain kelompok anti globalisasi meyakini bahwa
liberalisasi ekonomi hanya akan menguntungkan yang kuat dan melumpuhkan yang
lemah, menciptakan kebangkrutan dan ketergantungan struktural negara berkembang
atas negara maju.
Inti
dari kedua pendapat ini, ada satu benang merah yang bisa ditarik bahwa
persaingan untuk menjadi yang terbaik dalam segi kualitas, manajemen, pemasaran
dan sumber daya manusia yang dimilikinya lah yang akan mengantarkan kita pada
keberhasilan menembus tirai globalisasi yang penuh dengan tantangan. Ini
merupakan berita baik, namun ada selalu ada bisikan-bisikan
ketidakpercayadirian yang menyelimuti benak masyarakat Indonesia. Sebenarnya
kita mampu, kita bisa bersaing walaupun bukan dalam waktu singkat kita menjadi
pemenang di pasar global. Semua butuh waktu, dan kita harus rintis itu dari
sekarang. Mau tidak mau, suka tidak suka dan siap tidak siap, globalisasi
adalah kepastian yang pasti dihadapi oleh Indonesia, termasuk dengan Koperasi
Indonesia.
Koperasi
di Indonesia meskipun masih dalam perjalanan menunjukkan eksistensi dan
“taring”nya di kancah nasional, namun sudah ada beberapa Koperasi dan UKM yang
bisa menembus pasar global. Kita selalu butuh stimulan untuk terus memacu
kinerja kita. Begitu juga para pelaku ekonomi, butuh pesaing, butuh tantangan
yang semakin hari semakin menguji ketahanan kita. Butuh kerja keras, strategi
dan perhitungan yang matang dalam menghadapi tantangan yang ada. Karena dibalik
tantangan ada kesempatan. Yang mana, saat kita berhasil melewati tantangan tersebut,
kita menemukan kesempatan yang kelak justru membuka jalan kita lebih dan lebih
luas lagi.
Untuk
itu globalisasi ekonomi haruslah disikapi dengan kritis, hati-hati, dan penuh
perhitungan. Seperti misalnya dampak perdagangan Indonesia dengan Cina pasca ditetapkannya
ACFTA, apakah membawa nikmat dan berkah atau membawa sengsara. Atau sengsara
membawa nikmat. Membanjirnya produk dari Cina di Indonesia, di satu sisi bisa
menjadi pemicu bangkitnya UMKM di negeri kita untuk meningkatkan daya saing
produksinya. Namun di sisi lain murahnya produk dari Cina menguntungkan
konsumen di negeri kita yang memiliki kemampuan daya beli terbatas karena
berpendapatan rendah.
Jika
kita lihat, sejauh ini keberadaan beberapa koperasi telah dirasakan peran dan
manfaatnya bagi masyarakat, walaupun belum sepenuhnya peran dan manfaat ini
menyentuh masyarakat di Indonesia. Belum meratanya koordinasi ini menjadi tugas
yang patut kita evaluasi terus agar eksistensi koperasi mampu bertahan sebagai
bentuk ekonomi yang mencerminkan kepribadian Indonesia sesuai dengan ideologi
Pancasila.
Setidaknya terdapat tiga tingkat bentuk eksistensi
koperasi :
Pertama, koperasi
dipandang sebagai lembaga yang menjalankan suatu kegiatan usaha tertentu, dan
kegiatan usaha tersebut diperlukan oleh masyarakat. Kegiatan usaha dimaksud
dapat berupa pelayanan kebutuhan keuangan atau perkreditan, atau kegiatan
pemasaran, atau kegiatan lain. Pada tingkatan ini biasanya koperasi penyediakan
pelayanan kegiatan usaha yang tidak diberikan oleh lembaga usaha lain atau
lembaga usaha lain tidak dapat melaksanakannya akibat adanya hambatan
peraturan. Peran koperasi ini juga terjadi jika pelanggan memang tidak memiliki
aksesibilitas pada pelayanan dari bentuk lembaga lain. Hal ini dapat dilihat
pada peran beberapa Koperasi Kredit dalam menyediaan dana yang relatif mudah
bagi anggotanya dibandingkan dengan prosedur yang harus ditempuh untuk
memperoleh dana dari bank. Juga dapat dilihat pada beberapa daerah yang dimana
aspek geografis menjadi kendala bagi masyarakat untuk menikmati pelayanan dari
lembaga selain koperasi yang berada di wilayahnya.
Kedua, koperasi telah
menjadi alternatif bagi lembaga usaha lain. Pada kondisi ini masyarakat telah
merasakan bahwa manfaat dan peran koperasi lebih baik dibandingkan dengan
lembaga lain. Keterlibatan anggota (atau juga bukan anggota) dengan koperasi
adalah karena pertimbangan rasional yang melihat koperasi mampu memberikan
pelayanan yang lebih baik. Koperasi yang telah berada pada kondisi ini dinilai
berada pada ‘tingkat’ yang lebih tinggi dilihat dari perannya bagi masyarakat.
Beberapa KUD untuk beberapa kegiatan usaha tertentu diidentifikasikan mampu
memberi manfaat dan peran yang memang lebih baik dibandingkan dengan lembaga
usaha lain, demikian pula dengan Koperasi Kredit.
Ketiga, koperasi
menjadi organisasi yang dimiliki oleh anggotanya. Rasa memilki ini dinilai
telah menjadi faktor utama yang menyebabkan koperasi mampu bertahan pada
berbagai kondisi sulit, yaitu dengan mengandalkan loyalitas anggota dan
kesediaan anggota untuk bersama-sama koperasi menghadapi kesulitan tersebut.
Sebagai ilustrasi, saat kondisi perbankan menjadi tidak menentu dengan tingkat
bunga yang sangat tinggi, loyalitas anggota Kopdit membuat anggota tersebut
tidak memindahkan dana yang ada di koperasi ke bank. Pertimbangannya adalah
bahwa keterkaitan dengan Kopdit telah berjalan lama, telah diketahui
kemampuannya melayani, merupakan organisasi ‘milik’ anggota, dan
ketidak-pastian dari dayatarik bunga bank.
Perlu
beberapa langkah yang perlu dilakukan koperasi untuk menghadapi era
globalisasi. Pertama, pengurus koperasi harus mampu mengidentifikasi kebutuhan
kolektif anggotanya dan memenuhi kebutuhan tersebut. Dengan mempertimbangkan
aspirasi anggota-anggotanya, sangat dimungkinkan kebutuhan kolektif setiap koperasi
berbeda-beda. Lalu, perlu danya efektifitas biaya transaksi antara koperasi
dengan anggotanya sehingga biaya tersebut lebih kecil jika dibandingkan biaya
transaksi yang dibebankan oleh lembaga non-koperasi. Disamping itu, harus
adanya kesungguhan kerja pengurus dan karyawan dalam mengelola koperasi.
Disamping kerja keras, figur pengurus koperasi hendaknya dipilih orang yang
amanah, jujur serta transparan.
Lalu,
pemahaman pengurus dan anggota akan jati diri koperasi, pengertian koperasi,
nilai-nilai koperasi dan prinsip-prinsip gerakan koperasi harus dijadikan point
penting karena hal itu yang mendasari segala aktifitas koperasi. Aparatur
pemerintah terutama departemen yang membidangi masalah koperasi perlu pula
untuk memahami secara utuh dan mendalam mengenai perkoperasian.Kegiatan
koperasi juga harus bersinergi dengan aktifitas usaha anggotanya. Dan, koperasi
produksi harus merubah strategi kegiatannya dengan mereorganisasi kembali
supaya kompatibel dengan tantangan yang dihadapi. Dengan demikian, koperasi pun mampu
setidaknya menghadapi era globalisasi saat ini, bukan malah terseret arus
globalisasi yang berdampak koperasi akan tenggelam. Mari kita benahi koperasi
sejak dini, karena koperasi di Indonesia juga merupakan jati diri bangsa dalam
memajukan perekonomian.
Sumber :
http://lutfiadj.blogspot.com/2012/11/siapkah-koperasi-menghadapi-globalisasi.html
Nama : Nita Priyani
Kelas : 2ea03
Npm : 16213475
Tugas : Softskill ekonomi koperasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar