Karya : Armijn Pane
Ingin
benar hati saya berkenalan dengan seorang “anak gadis modern”, gadis yang
berani, yang sanggup tegak sendiri, gadis yang saya sukai dengan hati jantung
saya, anak gadis yang melalui jalan hidupnya dengan langkah yang tangkas,
dengan riang suka hati, tetap gembira dan asik. Bila boleh oleh ada lembaga
negeri saya, inilah kehendak dan upaya saya, ialah menghambakan diri
semata-mata kepada daya upaya dari usaha kaum muda di Eropa. Tetapi adat
kebiasaan yang sudah berabad-abad itu, ada yang tak mudah merombaknya itu,
membelenggu dalam genggamannya yang amat teguh.Dan adat kebiasaan negeri kami
sungguh-sungguh sangat bertentangan dengan kemauan zaman baru. Siang malam saya
pikirkan, saya heningkan daya upaya supaya boleh terlepas dari kongkongan adat
istiadat negeri saya yang keras, akan tetapi … adat Timur lama itu benar-benar
kukuh dan kuat.
Sesungguhnya adat sopan santun kami orang Jawa amat sukar. Adikku harus
merangkak, bila hendak lalu dimukaku. Seorang gadis harus perlahan-lahan
jalannya, langkahnya pendek-pendek, gerakannya lambat seperti siput layaknya.
Bila agak cepat, dicaci orang, disebut kuda liar.
Stella, tahukah engkau, betapa sedihnya hati, ingin benar-benar berbuat
sesuatu, sedang diri merasa sungguh-sungguh tiada daya berbuat begitu. Engkau
bertanya, apakah asal mulanya aku terkurung dalam empat tembok tebal. Sangkamu
tentu aku tinggal di dalam terungku. Bukan. Stella, penjaraku rumah besar,
berhalaman luas sekelilingnya. Teringat aku, betapa aku, oleh karena putus asa
dan sedih hati yang tiada terhingga. Pergi ke Eropa ! Sampai nafasku yang
penghabisan akan tetap menjadi cita-citaku.
Sekarang tahulah aku, mengapa orang Belanda tiada suka, kami orang Jawa maju.
Apabila si Jawa telah berpengetahuan tiadalah hendak mengia dan mengamin saja
lagi, akan barang sesuatu yang dikatakan dipikulkan kepadanya oleh orang yang
diatasnya. Dan apabila perjuangan orang laki-laki itu sudah sengit, maka akan
bangkitlah pihak perempuan.
Jika ada pula diadakan sekali kesempatan bagi gadis itu mempelajari sesuatu
kepandaian yang boleh menjadi jalan untuk mencari penghidupannya sendiri, bila
oleh karena kecerdasannya tiada senang hatinya lagi kembali ke dalam dunianya
yang dahulu. Dan gadis yang pikirannya sudah dicerdaskan, pemandangannya sudah
diperluas , tiada akan sanggup lagi hidup di dalam dunia nenek moyangnya.
Stella, mimpikah ini, atau sungguhkan benar ? Sungguhkah akan baik jadinya
dengan kami ini ? Bolehkan kami berharap ? Semuanya itu masih jauh dari capaianku,
tetapi cahayanya telah mengenai mukaku.
Jadi, kalau kami tiada ke negeri Belanda, bolehkah saya ke Betawi belajar jadi
dokter ? Jawab Bapak atas pertanyaanku bolehlah diringkas demikian : “Jangan
engkau lupa, engkau seorang Jawa, sekarang belum lagi mungkin engkau menuju ke
arah itu.” Hal itu tidak dapat diputuskan Bapak begitu saja; Bapak akan
memikirkannya terlebih dahulu dengan panjang lebar. Itulah tandanya Bapak tidak
menolak pertimbangan saya itu sama sekali; Bapak tahu bagaimana jua pun, saya
hendak bebas juga, berdiri sendiri, tiada bergantung kepada orang lain.
Bapak sudah berkenan; sudah teralahkan kesukaran, sudah tergulingkan batu
rintangan yang sebesar-besarnya. Tahulah saya Bapak ada disamping saya, dengan
gentarnya, girang gembira dengan langkah ringan, senyum pada bibir, saya pun
berjalan menempuh musuh !
Maksud saya akan tercapai atau tidak, itu sekarang bergantung kepada keras atau
tiadanya kemauan saya dan ada atau tidaknya kecakapan saya. Banyak harapan saya
sangat berani saya. Ibu jagalah supaya tetap keberanian saya itu, Ibu !
Telah lama dan telah banyak saya memikirkan perkara pendidikan, terutama dalam
beberapa waktu yang akhir ini, dan pendidikan itu saya pandang kewajiban yang
mulia dan suci, sehingga saya pandang suatu kejahatan, jika saya menyerahkan
tenaga kepada usaha mendidik itu. Dan orang yang tetap tiada berbudi, biarpun
pikirannya sudah cerdas benar tiadalah boleh dipisahkan benar, karena umumnya
pendidikannyalah yang salah.
Alangkah banyaknya barang yang menjadikan kita harus bersyukur. Bila kami
merasa senang karena mendengar nikmat nyanyian unggas atau lagu musik yang
merdu, yang melupakan kami akan diri kami sendiri, maka kami pun merasa amat
syukur, karena Tuhan tiada melahirkan kami tuli ! Itulah mimpi, memimpikan yang
indah, memimpikan bahagia ! Dan kita duduk dikelilingi segala yang indah dan
molek bagai dalam dunia angan-angan. Kaum muda mas sekarang, tiada pandang
laki-laki atau perempuan, wajiblah berhubungan. Masing-masing sendiri-sendiri
memang dapat berbuat sesuatunya akan memajukan bangsa kami, tetapi apabila kita
berkumpul bersatu, mempersatukan tenaga, bekerja bersama-sama, tentu usaha itu
lebih besar hasilnya. Bersatu. Kita kukuh teguh.
Lalu dengan sangat bersungguh-sungguh terdengarlah suara mengatakan,
“Berpuasalah sehari semalam, berjaga-jagalah pula waktu itu, bersepikan diri.”
“ Habis malam datanglah siang
Habis topan datanglah reda
Habis perang datanglah menang
Habis duka datanglah suka.”
Itulah
maksud buah pikiran yang kedapatan pada ucapan perempuan tua itu. “Karena
sengsara, menderita, karena tafakur, maka diperoleh nur cahaya !” Mustahil
cahaya akan datang, bila tiada didahului oleh gelap; bagus bagus bukan ?
Telah banyak kami berjuang dan menanggung; sangka kami sudah cukuplah demikian,
oleh segala kesedihan hati dan perjuangan itu sudah patutlah kami rasanya
berhak menjadi pengantin bangsa kami yang kami sayangi ! Kini saya tidak hendak
lagi memikirkan suatu apapun jua, tidak kepada perjuangan, penderitaan,
kesusahan, cobaan; sekaliannya itu membuat kepalaku sangat lelahnya, dan hati
sangat sakitnya; saya hendak bernapas dalam udara penuh semerbak bunga, dan hendak
hidup disinari matahari , semuanya itu pun ada, ialah akan melipur hati dan
member rahmat.
Betapa jua bagi orang sebangsa saya, nasib saya kemudian hari ini tiadalah yang
melebihinya, karena bagus dan sangat diingini semua orang. Perkawinan itu
sendiri sudah membawa kebaikan bagi usaha kami itu. Orang tua anak-anak gadis
terbangkit hatinya, terdorong hati mereka akan member didikan kepada anak
gadisnya. Perbuatansaya itu akan lebih banyak menarik hati orang sebangsa saya
daripada seribu kata ajakan gembira-gembira. Diketahui merekalah : keindahan
dan kekayaan oleh budi dan pikiran.
Bila boleh mendapat seorang guru perempuan yang baik, kami bercita-cita
mengadakan sekolah bagi anak-anak gadis orang berpangkat dirumah kami ini. Sebuah
sekolah gadis yang diadakan di rumah kami sendiri, dipimpin oleh seorang guru
perempuan Eropa, sedang saya ajdi “pemimpinnya yang tertinggi”, besarlah
harapan saya sekolah yang demikian akan maju. Damai dan aman sekarang hatiku.
Sangatlah banyaknya perkara terjadi sebelumnya itu.
Dahulu di rumah orang tua saya, sudah kami mulai pekerjaan itu dan kini
adik-adik saya perempuan meneruskan pekerjaan itu. Sekolah kami yang kecil itu
di Jepara sudah ada muridnya dua puluh orang anak-anak perempuan orang
berpangkat. Disini pun telah saya mulai pula pekerjaan itu, anak-anak saya
sendiri ada jadi murid-murid saya yang pertama-tama. Dengan demikianlah kami
orang Jawa ini dapat mewujudkan mimpinya pada masa gadisnya .
Sumber
:
TUGAS
ILMU BUDAYA DASAR (NOVEL ANGKATAN ‘66)
NAMA : NITA PRIYANI
KELAS
: 1 EA 03
NPM : 16213475
Tidak ada komentar:
Posting Komentar