Masalah
Korupsi dalam taraf Internasional
Korupsi
dalam bisnis tentu tidak hanya terjadi pada taraf internasional, namun
perhatian yang diberikan kepada masalah korupsi dalam literatur etika bisnis
terutama diarahkan kepada konteks internasional.
Skandal Suap
Leockheed
Lockheed
adalah produsen pesawat terbang Amerika Serikat yang melakukan suap ke berbagai
Negara dengan tujuan agar produknya dapat di pasarkan, lalu terbulaka kasus ini
dan dimuat diberbagai media massa yang menimbulkan reaksi cukub hebat.
Lockheed
merasa keberatan dengan Undang-undang anti suap di Amerika. Terdapat dua
keberatan yang sering ditemukan yaitu :
1. Undang-undang ini
mempraktekkan semacam imprealisme etis.
2. Undang-undang ini merugikan
bisnis Amerika, karena melemahkan daya saingnya.
Mengapa pemakaian uang suap
bertentangan dengan etika?
Ada beberapa alasan mengapa
mengetahui pemakaian uang suap bertentangn dengan etika.
1. Bahwa praktek suap itu
melanggar etika pasar. Denagan adanya praktek suap,daya – daya pasar
dilumpuhkan dan para pesaing yang sedikit pun dapat mempengaruhi proses
penjualan.
2.
Bahwa orang yang tidak berhak, mendapat imbalan juga.
3. Banyak kasus lain di mana uang suap
diberikan dalam keadaan kelangkaan. Pembagian barang langka dengan menempuh
praktek suap mengakibatkan bahwa barang itu diterima oleh orang yng tidak
berhak menerimanya, sedangkan orang lain yang berhak tidak kebagian.
4. Bahwa praktek suap
mengundang untuk melakukan perbuatan tidak etis dan ilegal lainnya. Baik
perusahaan yang memberi uang suap maupun orang atau instansi yang menerimanya
tidak bisa membukukkan uang suap itu seperti mestinya.
Internasionalisasi bisnis yang
semakin mencolok sekarang ini menampilkan juga aspek etis yang baru. Tidak
mengherankan jika terutama tahun-tahun terakhir ini diberi perhatian khusus
kepada aspek-aspek etis dalam bisnis internasional. Dalam bab ini kita akan
membahas beberapa masalah moral yang khusus berkaitan dengan bisnis pada taraf
internasional.
CONTOH KASUS
ETIKA BISNIS INTERNASIONAL INDOMIE DI TAIWAN
Akhir-akhir
ini makin banyak dibicarakan perlunya pengaturan tentang perilaku bisnis
terutama menjelang mekanisme pasar bebas. Dalam mekanisme pasar bebas diberi kebebasan
luas kepada pelaku bisnis untuk melakukan kegiatan dan mengembangkan diri dalam
pembangunan ekonomi. Disini pula pelaku bisnis dibiarkan bersaing untuk
berkembang mengikuti mekanisme pasar. Dalam persaingan antar perusahaan
terutama perusahaan besar dalam memperoleh keuntungan sering kali terjadi
pelanggaran etika berbisnis, bahkan melanggar peraturan yang berlaku. Apalagi
persaingan yang akan dibahas adalah persaingan produk impor dari Indonesia yang
ada di Taiwan. Karena harga yang lebih murah serta kualitas yang tidak kalah
dari produk-produk lainnya.
Kasus
Indomie yang mendapat larangan untuk beredar di Taiwan karena disebut
mengandung bahan pengawet yang berbahaya bagi manusia dan ditarik dari
peredaran. Zat yang terkandung dalam Indomie adalah methyl parahydroxybenzoate
dan benzoic acid (asam benzoat). Kedua zat tersebut biasanya hanya boleh
digunakan untuk membuat kosmetik, dan pada Jumat (08/10/2010) pihak Taiwan
telah memutuskan untuk menarik semua jenis produk Indomie dari peredaran. Di
Hongkong, dua supermarket terkenal juga untuk sementara waktu tidak memasarkan
produk dari Indomie. Kasus Indomie kini mendapat perhatian Anggota DPR dan
Komisi IX akan segera memanggil Kepala BPOM Kustantinah. “Kita akan mengundang
BPOM untuk menjelaskan masalah terkait produk Indomie itu, secepatnya kalau
bisa hari Kamis ini,” kata Ketua Komisi IX DPR, Ribka Tjiptaning,
di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (12/10/2010). Komisi IX DPR
akan meminta keterangan tentang kasus Indomie ini bisa terjadai, apalagi pihak
negara luar yang mengetahui terlebih dahulu akan adanya zat berbahaya yang
terkandung di dalam produk Indomie.
A Dessy
Ratnaningtyas, seorang praktisi kosmetik menjelaskan, dua zat yang terkandung
di dalam Indomie yaitu methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam
benzoat) adalah bahan pengawet yang membuat produk tidak cepat membusuk dan
tahan lama. Zat berbahaya ini umumnya dikenal dengan nama nipagin. Dalam
pemakaian untuk produk kosmetik sendiri pemakaian nipagin ini dibatasi maksimal
0,15%. Ketua BPOM Kustantinah juga membenarkan tentang adanya zat berbahaya
bagi manusia dalam kasus Indomie ini. Kustantinah menjelaskan bahwa benar
Indomie mengandung nipagin, yang juga berada di dalam kecap dalam kemasam mie
instan tersebut. tetapi kadar kimia yang ada dalam Indomie masih dalam batas
wajar dan aman untuk dikonsumsi, lanjut Kustantinah.
Tetapi bila
kadar nipagin melebihi batas ketetapan aman untuk di konsumsi yaitu 250 mg per
kilogram untuk mie instan dan 1.000 mg nipagin per kilogram dalam makanan lain
kecuali daging, ikan dan unggas, akan berbahaya bagi tubuh yang bisa
mengakibatkan muntah-muntah dan sangat berisiko terkena penyakit kanker.
Menurut Kustantinah, Indonesia yang merupakan anggota Codex Alimentarius
Commision, produk Indomie sudah mengacu kepada persyaratan Internasional
tentang regulasi mutu, gizi dan kemanan produk pangan. Sedangkan Taiwan bukan
merupakan anggota Codec. Produk Indomie yang dipasarkan di Taiwan seharusnya
untuk dikonsumsi di Indonesia. Dan karena standar di antara kedua negara
berbeda maka timbulah kasus Indomie ini.
Sumber :
http://yesica-adicondro.blogspot.co.id/2013/04/etika-dalam-bisnis-internasional.html
http://putfatma.blogspot.co.id/2015/11/membahas-kasus-yang-ada-didalam.html
Nama : Nita Priyani
Kelas : 4EA03
Npm
: 16213475
Tugas : Etika Bisnis Minggu ke 12
Tidak ada komentar:
Posting Komentar